Rabu, 13 Januari 2016

pengaruh lingkungan baru terhadap anak



      
Pengaruh lingkungan baru terhadap anak peserta didik
Yang paling mendasar dan yang paling banyak mempengaruhi peserta didik itu tidak hanya media seperti game online atau televisi, masyarakat, ataupun teman dan kelompok. Memang hal-hal tersebut juga memberi pengaruh tapi yang paling memberi pengaruh tempat dimana peserta didik tinggal karena tempat dia tinggal tidak dengan orang tua kandungnya tapi bisa juga dengan saudara, sepupuh, atau orang lain yang berbaik hati yang mau membiayai peserta didik atau bisa dikatan sebagai orang tua angkat. Dan itu bisa sangat mempengaruhi psikologisnya membuat peserta didik memiliki kendala dalam belajar ketika dia tinggal dilingkungan barunya dia merasa memiliki tanggung jawab untuk membantu pekerjaan kepada orang yang sudah berbuat baik kepedanya dan tanpa sadar dia sudah mengesampingkan kewajiban peserta didik yaitu belajar.
Ketika si peserta didik memulai untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya dia banyak menemui kendala contohnya saat peserta didik tinggal dengan orang yang berbeda latar belakangnya itu membuat dia juga harus bisa menyesuaikan dengan keluarga barunya.
Ketika di sekolah peserta didik merasa kurang bebas karena saat dia sedang berada di sekolah keluarga barunya selalu menanyakan kepada temannya apakah dia masih disekolah atau dia pergi main dengan teman-teman yang lain itu pun sangat menggangu kebebasannya sebagai makhluk sosial dan merasa dia tidak di percaya apa yang dikerjakannya diluar rumah itu tidak ada manfaatnya atau lebih parah lagi kelurga barunya menganggap semua apa yang dikerjakannya itu sebuah hal negatif.
Pengaruh lingkungan tempat dia tinggal dan dampaknya
  Dalam buku yang berjudul pengelolaan lingkungan belajar Gagne (muhibbin 1998) menyatakan bahwa kejadian-kejadian pada lingkungan akan sangat berpengaruh pada hasil belajar anak.
Jika dilihat dari pernyataan diatas bahwa ketepatan lingkungan itu member pengaruh pada anak. Harusnya orangtua  memahami anak agar anaknya selalu diawasi agar si anak tidak terjebak dalam pergaulan bebas. Saya sangat terkejut ketika melihat seumuran anak sekolah dasar sudah berani mengakses gambar dan video-video dewasa. Ini sudah mencederai akhlak harusnya masa-masa sekolah dasar itu diisi dengan bermain dan belajar dan orangtua harus lebih intensif mengawasi anaknya saat si anak memainkan gadget atau saat anak mengakses internet orangtua membimbing da menjelaskan apa saja yang boleh dilihatnya dan apa saja yang tidak boleh dilihatnya agar si anak mengerti mana yang baik dan tidak baik.  

    

Jadilah Seperti Singa

Singa
 
Tidak semua diantara kita yang terlahir, kemudian besar, menjadi singa dalam hidupnya. Lebih banyak yang sejak kecil, memang sudah "disiapkan" menjadi domba, masuk ke dalam sistem, kemudian hanya turut, ikut apapun yang terjadi.

Tapi jika itu yang terjadi, maka, jadilah singa walau sehari, jangan seumur hidup menjadi domba.

Kita yang bekerja jadi PNS misalnya, masuk dalam sistem yang sudah begitu sejak dulu. Pelayanan buruk, penuh suap dan kolusi, disuruh manut oleh atasan dan kolega, maka jadilah singa walau sehari, lawan sekitar kalian. Mengaum buas.

Kita yang masih sekolah, nyontek jadi budaya. Saat UN, nyontek jamaah dimaklumi bahkan dibiarkan oleh sekolah, maka, jadilah singa walau sehari, adik-adik sekalian. Lawan kondisi tersebut. Mengaum buas. Jangan hanya jadi domba atau kambing terus-menerus, yang hanya bisa mengem-bekkk.

Tidak semua diantara kita ditakdirkan menjadi singa, dalam masyarakat yang masih terbelakang dalam penegakan hukum, nilai-nilai kejujuran, integritas, kita justeru dididik untuk tidak banyak bertanya, tidak banyak protes, ikuti saja kebiasaan. Jika mulai banyak tanya, resikonya bisa panjang. Tapi, apakah kita mau hanya jadi domba seumur hidup? Apakah kita saat usia 50, 60 tahun, berdiri, melihat ke belakang, menyaksikan terbentang panjang sejarah hidup kita yang hanya jadi domba.

Jadilah singa dalam sehari, adik-adik sekalian. Memang tidak ada jaminan itu akan berhasil, tapi bayangkan, jika ribuan, jutaan orang mau menjadi singa dalam sehari, kita akan menyaksikan, perlawanan telah dimulai. Perubahan menuju kebaikan telah digelindingkan.

Mengaumlah! Tunjukkan kalian punya prinsip dan pemahaman hidup terbaik.

Mulailah menjadi singa meski hanya sehari.

Tere Liye

Balada jenderal api

Balada Jenderal Api
Alkisah di sebuah kerajaan "Lembayung", ada sebuah kelompok yang disebut si Ksatria 5. Kelompok ini trengginas sekali melawan para penjahat. Orang-orang kesayangan Raja pun mereka jadikan tersangka, termasuk menteri-menteri kerajaan, tidak peduli. Kstaria 5 membuat rungsing kepala para polisi dan hakim. Karena apa mau dikata, petinggi polisi pun mereka tangkapi, hakim-hakim mereka masukkan kerangkeng. Juga bila perlu, Ratu lama (yang berkuasa sebelum Raja ini), bisa diperiksa terkait dana bantuan pusat celengan nasional.

Tahun demi tahun berlalu, terjadilah pergantian Raja baru. Sayangnya, Sang Raja baru ini sebenarnya tidak seberkuasa itu. Dia hanya menerima mandat dari elit padepokan gunung merah marun. Dia hanya petugas saja.

Sudah sejak lama terbetik kabar, elit padeopkan gunung merah marun tidak suka dengan Ksatria 5. Sial pula, saat orang kesayangan elit padepokan gunung merah marun hendak diangkat menjadi panglima polisi, Ksatria 5 justeru hendak menangkapnya. Gonjang-ganjing seluruh negeri, langit kerlap-kerlip merah, kawah bergolak. Raja baru dan elit padepokan gunung merah marun akhirnya membuat jurus baru. Mereka memutuskan mengangkat sang herder buas, diberikan pangkat tertinggi dengan sebutan: jenderal api. Tugasnya sederhana, gigit, habisi, usir siapapun yang tidak sepaham dengan kelompok kita. Terutama habisi Ksatria 5.

Lompatlah jenderal api ke medan pertempuran. Gerakannya tangkas, tanpa ampun. Ksatria 5 hancur berguguran, mereka ditangkapi dengan delik apasaja yang bisa dijadikan pasal. Menguap di meja makan pun bisa jadi masalah. Tidak cukup sampai di sini, keberingasan jenderal api kemana-mana, apapun yang bisa membuka peluang Ksatria 5 kembali digdaya, habisi. Peradilan jadi membingungkan, ketua-ketua lembaga kerajaan lain bahkan bisa ditangkapi juga. Setia sekali jenderal api ini sebagai pengawal Raja baru dan padepokan gunung merah marun. Dia memasang badan, berdiri di depan.

Sayangnya, inilah balada si jenderal api. Dia lupa, di kerajaan "Lembayung", sejak jaman dulu hingga hari ini, yang ada hanya kepentingan. Tidak ada kata setia. Tidak ada prinsip-prinsip penuh kemuliaan para pendekar. Dia memang setia dengan Raja baru, tapi tidak ada yang menjamin Raja baru akan setia padanya. Dia memang mati-matian akan melindungi padepokan gunung merah marun, tapi tidak ada yang menjamin dia akan balik dilindungi. Berbulan-bulan dia menjadi tameng, untuk kemudian pada suatu hari, dia harus menerima nasib, disingkirkan begitu saja, karena Sang raja sudah tak sudi. Si jenderal api terlalu berisik, terlalu bikin ribut (hanya itu alasannya). Sang Raja dan elit padepokan gunung merah marun tidak mau jenderal api ini jadi bablas, dan membakar semuanya. Karena apa mau dikata, jenderal api hanyalah satu diantara banyak sekali orang-orang kesayangan Raja baru dan padepokan gunung merah marun. Jangan ganggu orang kesayangan lain, atau situ akan dapat masalah.

Sungguh malang nasibnya. Beberapa bulan lalu dia adalah si jenderal api yang gagah perkasa. Untuk kemudian, dalam sekejap, nasib berubah, tidak ada lagi pedang api yang biasa dia sandang--dan sangat menakutkan melihatnya.

Inilah balada jenderal api di kerajaan Lembayung.

Belajarlah dari kisah ini.

Tere Liye

Selasa, 12 Januari 2016

jodoh, jodoh dan jodoh

Jodoh, jodoh dan jodoh
(I)

Jodoh itu di tangan siapa? Maka, nyaris 100% kita akan menjawab, di tangan Allah. Benar, bukan? Apakah itu jawaban kalian?

Nah, jika itu jawabannya, mengapa kita ragu-ragu, cemas, khawatir, takut jodoh kita akan tertukar? Pun, kita bahkan tega "mengintervensi"-nya dengan pacaran, masih SMA, sudah pacaran, pegang-pegangan tangan, pangku-pangkuan, dsbgnya. Ini jadinya paradoks, katanya kita tahu jodoh itu di tangan Allah, tapi kenapa kita mengambil-alih situasinya, kalau begitu, jangan-jangan, jawaban asli kita adalah: jodoh itu di tangan saya. Ya tidak masalah, boleh-boleh saja, "jodoh di tangan saya", kita bebas mencari jodoh dengan cara kita, style kita, toh, banyak yang dapat.

(II)

Bagaimana kita tahu seseorang itu jodoh terbaik bagi kita? Maka, lagi-lagi nyaris 100% kita akan menjawab, hanya Allah yang tahu. Benar, bukan? Apakah itu jawaban kalian?

Kita tidak pernah tahu apakah sesuatu itu akan mutlak baik atau mutlak buruk bagi kita. Apakah seseorang itu akan pas, cocok, langgeng hingga aki-nini, ajal menjemput, atau besok lusa malah sebaliknya ternyata hancur berantakan, tidak i love u lagi. Kita tidak tahu. Hanya Allah yang tahu. Benar begini kan pemahaman kita? Nah, lantas kenapa, kita mengotot sekali ingin seseorang tertentu menjadi jodoh kita? Bukankah kita tidak tahu apakah dia jodoh terbaik atau bukan? Kenapa kita dalam doa-doa, bahkan spesifik sekali menyebut nama seseorang? Kalau begini, jangan-jangan, jawaban asli kita adalah: saya tahu persis jodoh terbaik bagi saya. Jadinya malah bertolak-belakang dong. Tapi boleh? Lagi-lagi, tidak masalah, boleh-boleh saja punya pemahaman seperti ini, toh, manusia itu memang boleh egois. Jika kita yakin sekali itu yang terbaik, bungkus saja, "tidak perlu melibatkan" Allah.

(III)

Jika jodoh itu di tangan Allah, yang tahu terbaik juga adalah Allah, lantas apa yang harus saya lakukan, dong? Kan sudah given begitu, ngapain pula saya harus capek-capek nyari lagi. Tinggal tunggu, datang sendiri, toh, semua takdir Allah.

Nah, ini baru pertanyaan menariknya. Jawabannya simpel: perbaiki diri sendiri. Sederhana sekali. Bagaimana mencari jodoh terbaik? Perbaiki diri sendiri. Kita yang SMA, masih 16 tahun sudah pacaran, tentu saja level jodoh "terbaik" kita hanya akan satu SMA itu saja. Coba kalau kita terus memperbaiki diri, fokus sekolah, hingga bisa kuliah di LN, di Inggris misalnya, aduh, kans-nya malah lebih menarik, jangan-jangan levelnya adalah macam bule Brad Pitt gitu. Apakah mungkin kalau saya SMA sudah sibuk pacaran dapat Brad Pitt? Mungkin saja, asumsi kalau bule Brad Pittnya SMA di kampung, kota kalian.

Perbaiki diri sendiri, itulah jawaban hakikinya, termasuk dalam aspek agama. Saat SMA dengan dangkalnya pengetahuan agama, maka jodoh terbaik kita, lagi-lagi kelasnya ya hanya anak SMA. Tapi jika pengetahuan agama kita dalam, silaturahmi kita luas, bertemulah kita dengan pilihan-pilihan lebih baik, misalnya si tampan dari Korea yang agamanya juga baik, bertemu dalam sebuah organisasi, aktivitas. Atau si ganteng dari Turki. Perbaiki diri sendiri dalam hal apapun, termasuk bergaul di dunia maya. Hei, kalau kita di dunia maya ini cuma asyik di group alay, bagaimana mungkin kita akan bertemu dengan jodoh spesies non-alay? Ini hanya contoh, tidak perlu tersinggung. Perbaiki diri sendiri, maka rumusnya akan bekerja sendiri.

(IV)

Terakhir, baiklah, saya sudah percaya jodoh itu ditangan Allah, mana yang baik juga hanya Allah yang tahu, saya berjanji akan terus memperbaiki diri. Lantas, apakah itu menjamin saya akan dapat jodoh terbaik?

Jawabannya: belum tentu.

Hidup ini tidak pernah soal jamin-menjamin. Apalagi soal jodoh, mana ada garansi resmi dari Allah selama lima tahun, tunggu lima tahun, pasti dapat itu jodoh. Nggak begitu hidup ini berjalan. Boleh jadi, bahkan kita tidak dapat-dapat juga. Arghh, berarti rugi dong sayanya? Tidak juga. Ketahuilah, saat kita terus memperbaiki diri, ketika kita tidak dapat jodoh terbaik, maka minimal kita dapat: kita sudah semakin baik. Kita bukan lagi si anak SMA dulu, kita sudah menjadi seseorang yang terus bermanfaat dan senantiasa berahklak baik.

Dek, dalam banyak situasi, itu jauh lebih penting dibanding jodohnya itu sendiri. Percayalah.

Tere Liye

Korea selatan yang mungil

Korea Selatan yang Mungil
Seberapa banyak sih kebutuhan orang dunia atas minyak goreng, margarin, sabun?

Pertanyaan ini penting, karena bahan dasar membuat tiga produk ini adalah kelapa sawit (palm oil). Apakah kita menghabiskan 1 liter minyak goreng setiap hari? 1 kilo margarin? dan 1 sabun? Jawabannya, tidak. Produksi kelapa sawit untuk memenuhi minyak goreng sudah lebih dari cukup. Lantas kenapa, setiap menit, lahan kelapa sawit di dunia terus bertambah mencengangkan?

Jawabannya, karena kelapa sawit juga digunakan untuk biodiesel, bahan bakar. Mulai dari mesin, mobil, bahkan esok lusa, dengan kemajuan teknologi, bisa digunakan untuk pesawat terbang. Nah, jika ini situasinya, dengan label: sumber daya yang bisa diperbarui, ekspansi perkebunan kelapa sawit tidak akan pernah berhenti setidaknya 10-20 tahun ke depan. Sebuah studi yang dimuat dalam jurnal Environmental Science and Policy menyebutkan, biodiesel akan meningkatkan kebutuhan atas kelapa sawit di masa mendatang.

Kelapa sawit ini hanya tumbuh di negara tropis, dia butuh curah hujan yang memadai. Maka, Indonesia, Malaysia, Nigeria, Thailand, Kolombia, segera menjadi lokasi favorit. Tahun 2006, Indonesia melampaui Malaysia, menjadi negara produsen terbesar kelapa sawit, setiap tahun, diproduksi 20 juta ton minyak kelapa sawit, dan menurut perkiraan, akan dobel di tahun 2030 (belum 2030 saja angkanya sekarang sudah 1,5x). Ini angka raksasa, melibatkan uang ratusan hingga ribuan trilyun rupiah. Tapi apa harga yang harus dibayar? Hutan dihabisi. Tahun 2004, menurut data pemerintah, luas kelapa sawit itu hanya 5,2 juta hektare, 10 tahun kemudian, 2014, angkanya loncat dua kali menjadi 10,9 juta hektare. Bayangkanlah negara2 ini: Honduras, Korea Selatan, Portugal, Austria, Uni Emirates, bayangkanlah negara2 ini, karena luas mereka hanya negara di bawah 10 juta hektare, maka lahan kelapa sawit Indonesia, bahkan lebih besar dibanding negara2 ini. Bawa itu Korea Selatan semuanya, muat ditaruh di lahan kelapa sawit kita. Mungil sekali Korea Selatan ini.

Tahun 2030? Angkanya akan semakin mengerikan. Dengan pertumbuhan lahan kelapa sawit yang mencapai 7,67% per tahun (crazy, ini bukan angka inflasi loh), maka tahun 2030, akan ada 30 juta hektare lebih lahan kelapa sawit di Indonesia, itu 15% dari luas Indonesia. Hampir setara luas Jepang, Jerman, dan tetangga kita, Malaysia. Ambil semua Malaysia, lagi2, masukkan ke dalam lahan kelapa sawit kita, bisa muat semua.

Industri kelapa sawit rakus sekali dengan lahan. Mau itu hutan jenis apapun, mereka hajar saja. Mau itu lahan gambut, hutan hujan yang lebat, yang penting bisa ditanami kelapa sawit, go to hell!! Kalian percaya dengan website perusahaan mereka yang begitu indah bicara tentang sustainability? Saya sih tidak. Saya dua tahun belajar soal pertambangan (yg sama crazynya dengan kelapa sawit). Kalian percaya dengan pemerintah yang bilang pengawasan, pengawasan dan pengawasan? Saya sih tidak. Pengawasan diri sendiri saja mereka tumpul.

Negeri ini murahan sekali elitnya, seorang anggota DPR misalnya, bahkan disumpal 1 milyar saja sudah seperti kerbau dicucuk hidungnya, mau saja disuap. Crazy sekali, 1 milyar rupiah cukup untuk membeli integritasnya. Bayangkan Ronaldo, pemain top ini, setiap pekan dapat gaji dari Real Madird 19 milyar rupiah. Anggota DPR, cuma seharga hitungan hari saja bagi Ronaldo. Bayangkan level lebih rendah seperti Bupati, lebih murahan lagi. Disumpal uang ratusan juta, maka mereka sudah tutup mata dengan kehancuran hutan di sekitarnya. Konsesi hutan diberikan sambil cengengesan. Partai politik? Level pemerintahan pusat? Well, kita tidak pernah tahu secara transparan dan benar2 akuntabel uang mereka. Berapa banyak uang yang digelontorkan perusahaan kelapa sawit ke rekening kampanye mereka.

Inilah peta besar yang harus kalian pahami. Agar paham kenapa kebakaran hutan terus terjadi.

Apakah masalah kebakaran hutan akan selesai di Indonesia?

Jawabannya: tidak. Tidak dengan elit pemerintah yang lembek dan ganjen dengan uang. Pertumbuhan lahan kelapa sawit terus bertambah mencengangkan 10 tahun terakhir, dan tetap akan sama. Di Riau, ada 2,2 juta hektare lahannya (provinsi yang gubernurnya tersangka korupsi), menyusul Sumut 1,3 juta hektar (lagi2 sama, gubernurnya dicokok KPK), kemudian Kalteng dan Sumsel (di atas 1 juta hektare), hanya soal waktu, saat Sumatera dan Kalimantan habis, mereka akan lompat ke Sulawesi, Papua. Aduh, sungguh menyakitkan, jika hutan lebat Papua akhirnya juga hancur lebur diberikan pemerintah kepada perusahaan--yang sekarang pun sudah, tinggal kapan massifnya saja terjadi.

Apa korelasi kebakaran hutan dengan lahan kelapa sawit? Jawabannya mudah, karena saya ini dibesarkan di pedalaman Palembang sana, saya menyaksikan sendiri cara primitif ini. Membakar hutan adalah cara paling gampang untuk menyiapkan lahan perkebunan. Capek dek kalau harus dibersihkan manual hutannya, bisa berbulan2, tapi dengan di bakar, sehari bersih! Beres. Tiga hari kemudian saat tanahnya sudah dingin, mari kita tanami. Dan bukan hanya kelapa sawit saja yang butuh lahan, industri lain juga butuh tanah. Kemarau panjang bukan penyebab semua kekacauan ini, sejak jaman bahuela juga sudah sering kemarau panjang, baik-baik saja toh, hutan malah lebat. Naif sekali jika ada yang santai bilang ini karena Nano-Nano terlalu ekstrem tahun ini. Melainkan keserakahan manusialah yang menyebabkannya. Ketidak pedulian.

Bagaimana menghentikan semua kengerian ini?

Kita tahu sekali jawabannya. Masalahnya, apakah kita mau memulainya atau tidak. Jika tidak mau, baiklah, toh 30 tahun lagi, hutan2 itu akan habis semua. Selesai sudah dengan sendirinya. Mau?

Terakhir, saya adalah penulis, saya akan fokus menggunakan amunisi saya: tulisan. Silahkan kalian yang mau benci dengan tulisan2 saya. Sejak dulu, penulis itu tidak pernah disukai semua kelompok, terlebih penguasa. Maka, adik2 sekalian, jika kalian memahami tulisan2 di page ini, besok lusa, kalian akan masuk ke elit negeri ini, ingatlah tulisan2 saya, yang saat kalian masih remaja, anak muda yang masih idealis. 20 juta penduduk negeri ini tersedak oleh asap--yang boleh jadi itu adalah kalian juga-- ubahlah nasib negeri ini dengan pemahaman terbaik yang kalian punya. Kita butuh generasi baru yang benar2 steril dari kebiasaan korup, kalianlah generasi tersebut.

Saya percaya itu.

*Tere Liye

berpetualang dan melihat dunia

Berpetualanglah,

Kaki,
Jadikan dia naik-turun angkutan, mobil, kapal, pesawat,
Buat dia menjejak dinding terjal pegunungan
Melangkah di atas lembutnya pasir pantai
Atau disela-sela rumput padang savana dan stepa
Juga menyibak jalanan kota nan ramai
Atau pedesaan yang permai

Mata,
Buatlah dia menatap senyum ramah bangsa-bangsa dunia
Mata sipit penduduk dataran China
Atau mata biru orang-orang Eropa
Pun kulit hitam legam memesona rakyat Afrika
Atau selimut tebal penghuni tanah bersalju sepanjang musim
Tambahkan hijaunya alam
Hewan-hewan yang berlarian di atasnya

Mulut,
Biarkan dia selalu menyapa riang siapapun yang bersua
Bertanya arah jalan saat tersesat--sedikit kecut
Berseru amboi betapa lezatnya makanan antah-berantah
Atau belajar bernyanyi lagu setempat
Juga bisa bercakap-cakap dengan siapapun meski bahasa menghalangi
Biarkan mulut kita mengalami petualangan yang mengasyikkan

Berpetualanglah, anak muda

Hati,
Jika dia menyimpan gelisah dan kesedihan
Biarkan perjalanan menghiburnya sepanjang langkah
Jika dia membawa semangat dan kegembiraan
Biarkan dia menemukan hal-hal lebih menakjubkan
Sungguh perjalanan selalu spesial

Pergilah melihat dunia.

Tere Liye

Disalah-pahami

DISALAH-PAHAMI
Hidup ini bukan untuk menjelaskan. Habis waktu jika kita harus menjelaskan ini-itu. Pun kalaupun kita sudah jelaskan, apakah semua jadi terang-benderang? Tidak juga. Malah semakin rumit seperti benang kusut. Maka, salah-paham, salah-sangka, praduga keliru, adalah keniscayaan. Tidak bisa kita enyahkan. Dimana-mana ada salah-paham.

Orang-orang akan keliru menafsirkan kalimat yang kita sampaikan. Maksud kita baik, tulus, disangka jahat dan penuh rencana. Tidak masalah, itu normal-normal saja. Orang-orang juga keliru menafsirkan perbuatan kita, tindakan kita, yang tujuannya adalah A, ternyata ditafsirkan Z. Kita lakukan untuk perbaikan, disangka untuk kejahatan. Kita tidak sedang rese, menyindir, disangka sedang menyerang habis2an. Juga tidak masalah, ini sering terjadi. Orang-orang salah menyimpulkan pilihan kita, keputusan kita, jalan hidup dsbgnya, dsbgnya.

Apakah kita harus bergegas menjelaskan? Hampir kebanyakan jawabannya: Tidak perlu. Kalaupun memang perlu dijelaskan, nanti-nanti saja. Tidak sekarang. Tapi bagaimana dong? Kan nggak enak kalau tidak dijelaskan? Aduh, jangan cemas dengan penilaian orang lain, jangan cemas dengan omongan orang lain, yakinilah, salah-paham, selalu bisa diurai saat kita terus konsisten memang bermaksud baik dan tulus. Kalaupun tidak bisa diurai hingga kita mati, tidak masalah, besok lusa mungkin akan terurai.

Kalian pasti tahu kisah Nabi, yang setiap hari menyuapi pengemis Yahudi yang menyumpahinya, "Muhammad adalah orang gila, tukang sihir, jangan didekati, dstnya", si pengemis ini fatal sekali salah-paham. Nabi tidak sekalipun bergegas berusaha menjelaskan, tapi memilih terus kongkret mengurus kakek tua pengemis ini dengan tulus dan lemah-lembut. Hingga Nabi meninggal, pengemis ini terus salah-paham, hingga akhirnya Sahabat Nabi Abu Bakar meneruskan mengurus si pengemis, menyuapinya makan. Si pengemis bertanya, mana orang yang biasa menyuapinya? Kok sekarang beda cara menyuapinya? Abu Bakar bilang, orangnya sudah meninggal, dan dialah Nabi Muhammad. Sungguh, dek, itu nyesek sekali, jleb bagai disambar petir, saat si pengemis ini akhirnya mengetahui kebenarannya, bahwa Nabi bukan orang gila, justeru Nabi orang yang selama ini telah mengurusnya, ngasih makan. Nabi tidak seperti prasangka jahatnya.

Adik-adik sekalian, belajarlah dari kisah ini, apakah Nabi bergegas di hari pertama bilang, bahwa dia tidak seperti disangkakan si pengemis? Jawabannya tidak. Nabi fokus terus berbuat baik. Konsisten.

Saya bukan orang bijak, kita semua jauh sekali levelnya bahkan untuk menyentuh kebijakan sahabat Nabi yang paling biasa-biasa saja. Tapi ingatlah selalu nasehat ini, bahwa daripada sibuk menjelaskan, lebih baik sibuk produktif dan kongkret. Daripada sibuk menjelaskan (yang kadang malah cenderung bela diri, defensif), lebih baik fokus terus memperbaiki diri.

Besok lusa, insya Allah, salah-paham bisa dijelaskan. Orang2 akan menangis telah keliru menyimpul, orang2 akan terdiam telah salah-paham, orang-orang akhirnya mengetahui kebenaran sejatinya. Tapi itu bukan urusan kita, itu urusan mereka. Kecuali kalau yang salah paham itu adalah kita, nah, itu sungguh rumit sekali. Mau jadi seperti pengemis yahudi tadi?
14 November 2015 pukul 18:16 · Publik
 
Tere Liye