Selasa, 15 Desember 2015

menerapkan aliran ekstensialisme dalam dunia pendidikan di sekolah dasar, mungkinkah bisa ?


Menerapkan Aliran Eksistensialisme Dalam Dunia Pendidikan di Sekolah Dasar, Mungkinkah bisa ?

Sebelum membahas lebih dalam tentang apa makna aliran filsafat di SD, kita akan membahas apa arti exitensialisme nya dulu Eksistensialisme adalah suatu reaksi terhadap materialism dan idealisme. Pendapat materialism terhadap manusia adalah manusia merupakan benda dunia, manusia adalah materi, manusia adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi subyek. Menurut Parkay (1998), aliran eksistensialisme terbagi dua sifat, yaitu teistik (bertuhan) dan arteistik. Menurut eksistensialisme, ada dua jenis filsafat tradisional, yaitu filsafat spekulatif dan filsafat skeptif. Filsafat spekulatif menyatakan bahwa pengalaman tidak banyak berpengaruh pada individu. Filsafat skeptif menyatakan bahwa semuanya pengalaman itu adalah palsu, tidak ada sesuatu yang dapat kita kenal dari realita. Menurut mereka, konsep metafisika adalah sementara.
  Dalam dunia pendidikan Eksistensialisme memberikan kebebasan bagi individu untuk menentukan tujuan pendidikan yang ia tempuh. Berkaitan dengan kurikulum individu manusia memiliki kebebasan bahawa kurikulum harus sesuai dengan kebutuhan Individu dan bukan Individu yang menyesuaikan dengan kurikulum. Dalam kegiatan pembelajaran guru berperan sebagai media dan fasilitator dalam membantu dan membimbing siswa dalam memenejemen kebebasannya agar tidak berbenturan dengan kebebasan orang lain.  Sedangkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar memiliki kebebasan untuk memaknai atau merekonstruksi suatu kebenaran dalam ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses belajar sehingga hasil dari proses belajar tidak bersifat kaku.
  Menurut Buber kebanyakan proses pendidikan merupakan paksaan. Anak dipaksa menyerah kepada kehendak guru, atau pada pengetahuan yang tidak fleksibel, dimana guru menjadi penguasanya, seharusnya guru itu sebagai fasilitator siswa yang memberikan tanggapan terhadap siswa dan jika seorang guru salah dalam memberikan penjelasan dia harus terima jika ada seorang siswa yang memberikan pembenaran.
Selanjutnya buber mengemukakan bahwa, guru hendaknya tidak boleh disamakan dengan seorang instruktur. Jika guru disamakan dengan instruktur maka ia hanya akan merupakan perantara yang sederhana antara materi pelajaran dan siswa. Seandainya ia hanya dianggap sebagai alat untuk mentransfer pengetahuan, dan siswa akan menjadi hasil dari transfer tersebut. Pengetahuan akan menguasai manusia, sehingga manusia akan menjadi alat dan produk dari pengetahuan tersebut. Dan kurikulum pun harus mengikuti peserta didiknya bukannya peserta
Dalam proses belajar mengajar, pengetahuan tidak dilimpahkan melainkan ditawarkan. Untuk menjadikan hubungan antara guru dengan siswa sebagai suatu dialog, maka pengetahuan yang akan diberikan kepada siswa harus menjadi bagian dari pengalaman pribadi guru itu sendiri, sehingga guru akan berjumpa dengan siswa sebagai pertemuan antara pribadi dengan pribadi. Pengetahuan yang ditawarkan guru tidak merupakan suatu yang diberikan kepada siswa yang tidak dikuasainya, melainkan merupakan suatu aspek yang telah menjadi miliknya sendiri.
Setiap paham atau pendapat pasti ada manfaat dan mudhorot, ada baik dan dan kurang baik, ada sisi positif dan negatifnya. Bagaimana jika mencoba menerapkan aliran ini ke lembaga pendidikan dasar, aliran ini lebih menekankan bahwa sebuah tindakan itu relatif tidak ada tindakan buruk dan tindakan baik. Apa mungkin seusia sekolah dasar yang belum begitu memahami tentang baik benar akan di terapkan paham ini, anak usia Sekolah Dasar adalah masa anak-anak menjelang remaja yang mereka pun masih sangat membutuhkan butuh bimbingan dari orangtua dan guru. Sedangkan ekistensialisme memandang bahwa semua hal itu dalam bentuk relatif.
 menurut buber harusnya guru itu bukan hanya perantara untuk mentransfer knowledge, sehingga siswa akan hanya menjadi alat ilmu pengetahuan dan produk dari ilmu pengetahuan tersebut. Seorang guru harus menerima krtikan dari seorang siswa dan guru (pendidik) pun harus menerima jika dia salah dalam memberikan pengajaran. Mungkin aliran ekistensialisme bisa diterapkan di sekolah dasar tetapi harus di saring dulu agar sesuai dengan norma dan aturan agama agar tidak ada hal yang tidak di inginkan ketika sudah menerapkannya. 
  Eksistensialime menekankan pada keberadaan individu manusia yang ditunjukkan melalui kebebsan Individu dalam membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan. Kebebasan ini ada batasnya, adapun batasnya adalah kebebasan Individu lain, sehingga dalam kebebsan ini tidak terjadi benturan kebebasan dengan kebebsan individu satu dengan individu lain.
Dalam dunia pendidikan Eksistensialisme memberikan kebebasan bagi individu untuk menentukan tujuan pendidikan yang ia tempuh. Berkaitan dengan kurikulum individu manusia memiliki kebebsan bahawa kurikulum harus sesuai dengan kebutuhan Individu dan bukan Individu yang menyesuaikan dengan kurikulum. Dalam kegiatan pembelajaran guru berperan sebagai media dan fasilitator dalam membantu dan membimbing siswa dalam memenejemen kebebasannya agar tidak berbenturan dengan kebebasan orang lain.  Sedangkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar memiliki kebebasan untuk memaknai atau merekonstruksi suatu kebenaran dalam ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses belajar shingga hasil dari proses belajar tidak bersifat kaku.
Eksistensi pembelajaran merupakan tonggak utama dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebagai calon pendidik sebaik mungkin kita mempelajari dan menguasai isi yang terkandung dalam eksistensi pembelajaran, seperti: Pengetahuan, Nilai, Pendidikan
Maka dari itu kita sebagai pendidik harus cerdas dalam menyelektif apa yang ingin kita terapkan pada anak didik agar mereka bisa menjadi manusia yang cerdas pengetahuan, cerdas agama, dan cerdas social.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar