Menerapkan Aliran Eksistensialisme Dalam Dunia Pendidikan di
Sekolah Dasar, Mungkinkah bisa ?
Sebelum membahas lebih dalam tentang apa makna aliran
filsafat di SD, kita akan membahas apa arti exitensialisme nya dulu Eksistensialisme
adalah suatu reaksi terhadap materialism dan idealisme. Pendapat materialism
terhadap manusia adalah manusia merupakan benda dunia, manusia adalah materi,
manusia adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi subyek. Menurut Parkay (1998),
aliran eksistensialisme terbagi dua sifat, yaitu teistik (bertuhan) dan
arteistik. Menurut eksistensialisme, ada dua jenis filsafat tradisional, yaitu
filsafat spekulatif dan filsafat skeptif. Filsafat spekulatif menyatakan bahwa
pengalaman tidak banyak berpengaruh pada individu. Filsafat skeptif menyatakan
bahwa semuanya pengalaman itu adalah palsu, tidak ada sesuatu yang dapat kita
kenal dari realita. Menurut mereka, konsep metafisika adalah sementara.
Dalam
dunia pendidikan Eksistensialisme memberikan kebebasan bagi individu untuk
menentukan tujuan pendidikan yang ia tempuh. Berkaitan dengan kurikulum
individu manusia memiliki kebebasan bahawa kurikulum harus sesuai dengan
kebutuhan Individu dan bukan Individu yang menyesuaikan dengan kurikulum. Dalam
kegiatan pembelajaran guru berperan sebagai media dan fasilitator dalam
membantu dan membimbing siswa dalam memenejemen kebebasannya agar tidak
berbenturan dengan kebebasan orang lain.
Sedangkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar memiliki kebebasan untuk
memaknai atau merekonstruksi suatu kebenaran dalam ilmu pengetahuan yang
diperoleh melalui proses belajar sehingga hasil dari proses belajar tidak
bersifat kaku.
Menurut Buber kebanyakan proses pendidikan
merupakan paksaan. Anak dipaksa menyerah kepada kehendak guru, atau pada
pengetahuan yang tidak fleksibel, dimana guru menjadi penguasanya, seharusnya
guru itu sebagai fasilitator siswa yang memberikan tanggapan terhadap siswa dan
jika seorang guru salah dalam memberikan penjelasan dia harus terima jika ada
seorang siswa yang memberikan pembenaran.
Selanjutnya
buber mengemukakan bahwa, guru hendaknya tidak boleh disamakan dengan seorang
instruktur. Jika guru disamakan dengan instruktur maka ia hanya akan merupakan
perantara yang sederhana antara materi pelajaran dan siswa. Seandainya ia hanya
dianggap sebagai alat untuk mentransfer pengetahuan, dan siswa akan menjadi
hasil dari transfer tersebut. Pengetahuan akan menguasai manusia, sehingga
manusia akan menjadi alat dan produk dari pengetahuan tersebut. Dan kurikulum
pun harus mengikuti peserta didiknya bukannya peserta
Dalam proses belajar mengajar, pengetahuan tidak dilimpahkan
melainkan ditawarkan. Untuk menjadikan hubungan antara guru dengan siswa
sebagai suatu dialog, maka pengetahuan yang akan diberikan kepada siswa harus
menjadi bagian dari pengalaman pribadi guru itu sendiri, sehingga guru akan
berjumpa dengan siswa sebagai pertemuan antara pribadi dengan pribadi.
Pengetahuan yang ditawarkan guru tidak merupakan suatu yang diberikan kepada
siswa yang tidak dikuasainya, melainkan merupakan suatu aspek yang telah
menjadi miliknya sendiri.
Setiap
paham atau pendapat pasti ada manfaat dan mudhorot, ada baik dan dan kurang
baik, ada sisi positif dan negatifnya. Bagaimana jika mencoba menerapkan aliran
ini ke lembaga pendidikan dasar, aliran ini lebih menekankan bahwa sebuah tindakan
itu relatif tidak ada tindakan buruk dan tindakan baik. Apa mungkin seusia
sekolah dasar yang belum begitu memahami tentang baik benar akan di terapkan
paham ini, anak usia Sekolah Dasar adalah masa anak-anak menjelang remaja yang
mereka pun masih sangat membutuhkan butuh bimbingan dari orangtua dan guru.
Sedangkan ekistensialisme memandang bahwa semua hal itu dalam bentuk relatif.
menurut buber harusnya guru itu bukan hanya
perantara untuk mentransfer knowledge, sehingga siswa akan hanya menjadi alat
ilmu pengetahuan dan produk dari ilmu pengetahuan tersebut. Seorang guru harus
menerima krtikan dari seorang siswa dan guru (pendidik) pun harus menerima jika
dia salah dalam memberikan pengajaran. Mungkin aliran ekistensialisme bisa
diterapkan di sekolah dasar tetapi harus di saring dulu agar sesuai dengan
norma dan aturan agama agar tidak ada hal yang tidak di inginkan ketika sudah
menerapkannya.
Eksistensialime
menekankan pada keberadaan individu manusia yang ditunjukkan melalui kebebsan
Individu dalam membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar
akan tanggung jawabnya dimasa depan. Kebebasan ini ada batasnya, adapun
batasnya adalah kebebasan Individu lain, sehingga dalam kebebsan ini tidak
terjadi benturan kebebasan dengan kebebsan individu satu dengan individu lain.
Dalam
dunia pendidikan Eksistensialisme memberikan kebebasan bagi individu untuk
menentukan tujuan pendidikan yang ia tempuh. Berkaitan dengan kurikulum
individu manusia memiliki kebebsan bahawa kurikulum harus sesuai dengan
kebutuhan Individu dan bukan Individu yang menyesuaikan dengan kurikulum. Dalam
kegiatan pembelajaran guru berperan sebagai media dan fasilitator dalam
membantu dan membimbing siswa dalam memenejemen kebebasannya agar tidak
berbenturan dengan kebebasan orang lain.
Sedangkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar memiliki kebebasan untuk
memaknai atau merekonstruksi suatu kebenaran dalam ilmu pengetahuan yang
diperoleh melalui proses belajar shingga hasil dari proses belajar tidak
bersifat kaku.
Eksistensi
pembelajaran merupakan tonggak utama dalam proses pembelajaran. Oleh karena
itu, sebagai calon pendidik sebaik mungkin kita mempelajari dan menguasai isi
yang terkandung dalam eksistensi pembelajaran, seperti: Pengetahuan, Nilai,
Pendidikan
Maka dari itu kita sebagai pendidik harus cerdas dalam
menyelektif apa yang ingin kita terapkan pada anak didik agar mereka bisa
menjadi manusia yang cerdas pengetahuan, cerdas agama, dan cerdas social.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar