Selasa, 15 Desember 2015

Menguak Kembali Cerita dan Situs Kerajaan Banten Girang Kearifan lokal yang ada di provinsi banten itu sangat beragam dan terdapat di beberapa kota/kabupaten yang didalamnya ada , kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon, kota Tanggerang, kabupaten Tanggerang, kota Tanggerang Selatan, kabupaten Tanggerang, kabupaten Pandeglang, dan kabupaten Lebak. Provinsi Banten secara geografisnya terletak anatara 5°7’50’’-7°1’11” Lintang Selatan dan 105°1’11”-106°7’12” Bujur Timur, dan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 9.160,70 Km2. Provinsi Banten terdiri dari 4 Kota, 4 Kabupaten, 154 Kecamatan, 262 kelurahan dan 1.273 desa Banten adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau jawa, banten adalah provinsi dari pemekaran jawa barat. Saya akan sedikit menulis tentang kebudayaan apa saja yang ada di banten, pada kali ini saya mencoba untuk menulis tentang sebuah tempat yang bersejarah yang ada di provinsi banten. Dan nama tempat yang akan saya ambil untuk kali ini adalah BANTEN GIRANG, mungkin nama Banten Girang belum begitu akrab ditelinga masyarakat luar banten tapi Banten girang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat banten, banten girang sendiri terletak di desa sempu, kota serang. Berkaitan dengan berdirinya kerajaan Banten Girang F.D.K. Bocsh mengkaitkannya dengan prasasti kebon kopi II yang ditemukan di Bogor. Bosch menapsirkan angkat tahun prasasti kebon kopi II berdasarkan (andrasangkala) yaitu tahun 932 M. (85.4 saka) berhubungan dengan situs Banten Girang yang terletak di kampung Balaya, desa Sempu Kota Serang. Informasi tentang Banten Girang yang berfungsi sebagai situs pemukiman atau perkotaan dapat dilihat dalam babad Banten. Dalam babad tersebut diceritakan bahwa penaklukkan seluruh wilayah Banten oleh bala tentara Islam diceritakan sebagai perebutan kota Banten Girang. Informasi dalam babad Banten Syalam dengan hasil penelitian bahwa di situs Banten Girang merupakan situs pemukiman dalam skala kota pra industri, untuk keperluan pertahanan tersebut dikelilingi benteng yang terbuat dari tanah baik pada sisi dalam maupun luar tanggul. Penggunaan tanggul tanah sebagai benteng sudah dikenal sejak masa pra sejarah akhir kemudian masa Hindu-Budha dan berlanjut pada kota-kota kuno masa Islam. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kota kerajaan diduga terdapat hubungan dengan Gunung Pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan di Banten Girang dengan Gunung Pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memlarikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Kenyataan ini didukung oleh kebiasaan orang Baduy berziarah ke Banten Girang. Banten girang merupakan awal kerajaan banten yang sebelumnya mendapat kebelakangan nama pada saat itu yaitu kerajaan Sunda Wahanten. Pendiri kerajaan ini ialah Prabu Jaya Bupati yang disebut juga Prabu Saka Domas. Prabu Jaya Bupati berasal dari keturunan kerajaan Mataram pada kerajaan Hindu yang tidak mendapat kesempatan untuk mengabdi dikerajaan Mataram Kuno. Prabu Jaya Bupati mendirikan kerajaan sunda dibanten girang pada tahun 932-1016, dengan luas wilayah kekuasaan meliputi Jawa Barat dengan perbatasaannya cipamali. Pada saat itu disebut kerajaan Tatar Sunda, dengan keadaan yang subur makmur, sehingga dapat menjalin hubungan dengan kerajaan di Jawa. Pada tahun 1016 Prabu Jaya Bupati memindahkan pusat pemerintahannya kedaerah cileceh sukabumi karena khawatir akan adanya penyerbuan yang akan dilancarkan oleh kerajaan Sriwijaya terhadap Tatar Sunda di Banten Girang, mengingat usia Jaya Bupati yang tua pada saat itu, ketika Prabu Jaya Bupati berada di pengungsian berhasil mendirikan kerajaan surawisesa. Pada tahun 1357 kerajaan surawisesa dipegang oleh Prabu Baduga Sir Maharaja, keraton Surawisesa disebut kerajaan pajajaran. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kerajaan diduga terdapat hubungan dengan gunung pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan dibanten girang dengan gunung pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanudin kemudian melanjutkan perjalanan hingga kegunung pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana Kendali, diatas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanudin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanudin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap digunung pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya tanah jawa. Masyarakat yang tidak mau masuk islam melarikan diri kepegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy, kegiatan ini didukung oleh kebiasaan orang baduy berziarah kebanten girang. Pada pertengahan 1990-an ditemukan sebuah arc dwarapala disungai cibanten tidak jauh dengan situs banten girang. Ini menunjukan bahwa Banten Girang masih menyimpan banyak pertanyaan yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Sebagaimana dalam catatan sejarah bahwa sungai cibanten dahulu kala berfungsi sebagai jalur transformasi yang menghubungkan wilayah pesisir dari faletehan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit yang ditemukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah mejadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan banten dari abad VII sampe dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan demikian juga tidak diketahui siapakah penguasa daerah banten pada waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. Berita banten baru muncul kembali pada awal abad XVI dengan ditemukannya prasasti dibogor. Prasasti ini menyatakan bahwa pakuan pajajran didirikan oleh Sri Sang Ratu Dewata, dan banten sampai awal abad XVI termasuk daerah kekuasaannya (Ambary, 1980 : 447), memang kerajaan pajajaran merupakan kerajaan besar yang daerah kekuasaannya meliputi seluruh Banten, Sunda Kelapa (Jakarta), Bogor, sampai Cirebon, ditambah pula daerah Tegal dan Banyumas sampai batas kali pamali dan kali serayu. Dari pernyataan diatas kita tahu bahwa di banten pernah menganut kepercayaan anisme, dinamisme, hal ini di buktikan dengan ditemukannya bukti situs tersebut pernah dihuni masyarakat yang menyembah arwah nenek moyang, dilokasi itu ditemukan pula beberapa batu besar yang memiliki arti penting. Diantaranya yang disebut sebagai batu dekan, batu datar yang disimpan di makam keramat di Masjong dan Agus Jo, Banten Girang. Selain kepercyaan anisme dan dinamisme di banten juga pernah menganut kepercayaan Hindu-Budha Dengan ditemukannya Prasasti Munjul, yang terletak di tengah sungai Cindangiang, Lebak Munjul, Pandeglang, berita tentang Banten dapat lebih diperjelas lagi. Prasasti ini, yang diperkirakan berasal dari abad V, bertuliskan huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta menyatakan bahwa raja yang berkuasa di daerah ini adalah Purnawarman. Ini berarti bahwa daerah kuasa Tarumanegara sampai juga ke Banten, dan diceritakan pula bahwa negara pada masa itu dalam kemakmuran dan kejayaan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit kita temukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah menjadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan Banten dari abad VII sampai dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan. Demikian juga, tidak diketahui siapakah penguasaan daerah Banten waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. kemudian islam datang yang dibawah yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memberikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Sampe sekarang provinsi banten merupakan salah satu provinsi yang dikenal dengan seribu kiyai, dan banyak orang dari luar banten yang belajar agama islam di banten. Lukman Hakim memandang adanya fase-fase kehidupan di Banten Girang yang meliputi : 1) Fase I : Fase subordinasi Pakuan-Pajajaran dimana gua dijadikan pusat upacara keagamaan bercorak Hiduistik (Hindu – Budha); 2) Fase II : Fase pendudukan/administrasi politik Islam masa Maulana Hasanuddin; 3) Fase III : Fase surutnya Banten Girang karena pusat administrasi politik dipindahkan ke Banten lama di pesisir, tetapi Banten Girang masih tetap digunakan bahkan sampai masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1652 – 1671), sultan Banten kelima. 4) Fase IV : Fase akhir, ketika Banten Lama sudah diancurkan oleh Daendels pada tahun 1815, dimana diduga frekuensi penggunaan Banten Girang semakin menurun. 5) Fase resen, okupasi lanjut oleh penduduk Banten Girang masa sekarang yang digunakan untuk lahan pertanian dan lahan pemukiman. Melalui perbandingan dengan berbagai bentuk fisik benteng di berbagai tempat, Halyany Michrob (1991) berpendapat bahwa atas dasar penemuan keramik masa Dinasti Han (206 SM – 220 M) dan struktur berundah di atas gua dan lingkungan benteng, amat boleh jadi okupasi Banten Girang sudah berlangsung lama sekali, bahkan sejak ketika berlangsung masa kehidupan prasejarah dan proto sejarah Banten girang sampe sekarang masih banyak di kunjungi oleh masyarakat banten atau masyarakat luar, tujuannya itu untuk berziarah kemakam-makam para kiyai, kita pasti tahu apa itu tujuan ziarah, mengunjungi makam atau berziarah bisa membuat kita lebih bijak dalam menyikaspi hidup, kita hidup bukan hanya untuk mengejar kenikmatan dunia saja tapi hidup kita itu harus seimbang (Balance) kita juga harus memikirkan amalan kita untuk bekal di kehidupan selanjutnya. Tapi tetap masih saja ada orang yang salah dalam memahami ini karena mereka datang ke tempat ziarah untuk meminta kesehatan, lancar rezeki, atau ilmu kebal padahal orang yang di mintai pertolongan punt tidak bisa berbuat apa-apa. Jadilah manusia yang cerdas dan bijak yang menyikapi hidup bukan hanya dengan menggunakan akal saja tapi hati juga harus di ikut sertakan agar menjadi manusia yang bukan hanya cerdas secara kognitif atau akal atau pikiran tapi juga cerdas secara rohani atau spiritual, aga bisa mendrasakan kehidupan yang sesungguhnya, sukses dunia dan sukses akhirat.Menguak Kembali Cerita dan Situs Kerajaan Banten Girang Kearifan lokal yang ada di provinsi banten itu sangat beragam dan terdapat di beberapa kota/kabupaten yang didalamnya ada , kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon, kota Tanggerang, kabupaten Tanggerang, kota Tanggerang Selatan, kabupaten Tanggerang, kabupaten Pandeglang, dan kabupaten Lebak. Provinsi Banten secara geografisnya terletak anatara 5°7’50’’-7°1’11” Lintang Selatan dan 105°1’11”-106°7’12” Bujur Timur, dan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 9.160,70 Km2. Provinsi Banten terdiri dari 4 Kota, 4 Kabupaten, 154 Kecamatan, 262 kelurahan dan 1.273 desa Banten adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau jawa, banten adalah provinsi dari pemekaran jawa barat. Saya akan sedikit menulis tentang kebudayaan apa saja yang ada di banten, pada kali ini saya mencoba untuk menulis tentang sebuah tempat yang bersejarah yang ada di provinsi banten. Dan nama tempat yang akan saya ambil untuk kali ini adalah BANTEN GIRANG, mungkin nama Banten Girang belum begitu akrab ditelinga masyarakat luar banten tapi Banten girang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat banten, banten girang sendiri terletak di desa sempu, kota serang. Berkaitan dengan berdirinya kerajaan Banten Girang F.D.K. Bocsh mengkaitkannya dengan prasasti kebon kopi II yang ditemukan di Bogor. Bosch menapsirkan angkat tahun prasasti kebon kopi II berdasarkan (andrasangkala) yaitu tahun 932 M. (85.4 saka) berhubungan dengan situs Banten Girang yang terletak di kampung Balaya, desa Sempu Kota Serang. Informasi tentang Banten Girang yang berfungsi sebagai situs pemukiman atau perkotaan dapat dilihat dalam babad Banten. Dalam babad tersebut diceritakan bahwa penaklukkan seluruh wilayah Banten oleh bala tentara Islam diceritakan sebagai perebutan kota Banten Girang. Informasi dalam babad Banten Syalam dengan hasil penelitian bahwa di situs Banten Girang merupakan situs pemukiman dalam skala kota pra industri, untuk keperluan pertahanan tersebut dikelilingi benteng yang terbuat dari tanah baik pada sisi dalam maupun luar tanggul. Penggunaan tanggul tanah sebagai benteng sudah dikenal sejak masa pra sejarah akhir kemudian masa Hindu-Budha dan berlanjut pada kota-kota kuno masa Islam. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kota kerajaan diduga terdapat hubungan dengan Gunung Pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan di Banten Girang dengan Gunung Pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memlarikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Kenyataan ini didukung oleh kebiasaan orang Baduy berziarah ke Banten Girang. Banten girang merupakan awal kerajaan banten yang sebelumnya mendapat kebelakangan nama pada saat itu yaitu kerajaan Sunda Wahanten. Pendiri kerajaan ini ialah Prabu Jaya Bupati yang disebut juga Prabu Saka Domas. Prabu Jaya Bupati berasal dari keturunan kerajaan Mataram pada kerajaan Hindu yang tidak mendapat kesempatan untuk mengabdi dikerajaan Mataram Kuno. Prabu Jaya Bupati mendirikan kerajaan sunda dibanten girang pada tahun 932-1016, dengan luas wilayah kekuasaan meliputi Jawa Barat dengan perbatasaannya cipamali. Pada saat itu disebut kerajaan Tatar Sunda, dengan keadaan yang subur makmur, sehingga dapat menjalin hubungan dengan kerajaan di Jawa. Pada tahun 1016 Prabu Jaya Bupati memindahkan pusat pemerintahannya kedaerah cileceh sukabumi karena khawatir akan adanya penyerbuan yang akan dilancarkan oleh kerajaan Sriwijaya terhadap Tatar Sunda di Banten Girang, mengingat usia Jaya Bupati yang tua pada saat itu, ketika Prabu Jaya Bupati berada di pengungsian berhasil mendirikan kerajaan surawisesa. Pada tahun 1357 kerajaan surawisesa dipegang oleh Prabu Baduga Sir Maharaja, keraton Surawisesa disebut kerajaan pajajaran. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kerajaan diduga terdapat hubungan dengan gunung pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan dibanten girang dengan gunung pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanudin kemudian melanjutkan perjalanan hingga kegunung pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana Kendali, diatas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanudin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanudin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap digunung pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya tanah jawa. Masyarakat yang tidak mau masuk islam melarikan diri kepegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy, kegiatan ini didukung oleh kebiasaan orang baduy berziarah kebanten girang. Pada pertengahan 1990-an ditemukan sebuah arc dwarapala disungai cibanten tidak jauh dengan situs banten girang. Ini menunjukan bahwa Banten Girang masih menyimpan banyak pertanyaan yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Sebagaimana dalam catatan sejarah bahwa sungai cibanten dahulu kala berfungsi sebagai jalur transformasi yang menghubungkan wilayah pesisir dari faletehan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit yang ditemukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah mejadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan banten dari abad VII sampe dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan demikian juga tidak diketahui siapakah penguasa daerah banten pada waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. Berita banten baru muncul kembali pada awal abad XVI dengan ditemukannya prasasti dibogor. Prasasti ini menyatakan bahwa pakuan pajajran didirikan oleh Sri Sang Ratu Dewata, dan banten sampai awal abad XVI termasuk daerah kekuasaannya (Ambary, 1980 : 447), memang kerajaan pajajaran merupakan kerajaan besar yang daerah kekuasaannya meliputi seluruh Banten, Sunda Kelapa (Jakarta), Bogor, sampai Cirebon, ditambah pula daerah Tegal dan Banyumas sampai batas kali pamali dan kali serayu. Dari pernyataan diatas kita tahu bahwa di banten pernah menganut kepercayaan anisme, dinamisme, hal ini di buktikan dengan ditemukannya bukti situs tersebut pernah dihuni masyarakat yang menyembah arwah nenek moyang, dilokasi itu ditemukan pula beberapa batu besar yang memiliki arti penting. Diantaranya yang disebut sebagai batu dekan, batu datar yang disimpan di makam keramat di Masjong dan Agus Jo, Banten Girang. Selain kepercyaan anisme dan dinamisme di banten juga pernah menganut kepercayaan Hindu-Budha Dengan ditemukannya Prasasti Munjul, yang terletak di tengah sungai Cindangiang, Lebak Munjul, Pandeglang, berita tentang Banten dapat lebih diperjelas lagi. Prasasti ini, yang diperkirakan berasal dari abad V, bertuliskan huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta menyatakan bahwa raja yang berkuasa di daerah ini adalah Purnawarman. Ini berarti bahwa daerah kuasa Tarumanegara sampai juga ke Banten, dan diceritakan pula bahwa negara pada masa itu dalam kemakmuran dan kejayaan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit kita temukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah menjadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan Banten dari abad VII sampai dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan. Demikian juga, tidak diketahui siapakah penguasaan daerah Banten waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. kemudian islam datang yang dibawah yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memberikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Sampe sekarang provinsi banten merupakan salah satu provinsi yang dikenal dengan seribu kiyai, dan banyak orang dari luar banten yang belajar agama islam di banten. Lukman Hakim memandang adanya fase-fase kehidupan di Banten Girang yang meliputi : 1) Fase I : Fase subordinasi Pakuan-Pajajaran dimana gua dijadikan pusat upacara keagamaan bercorak Hiduistik (Hindu – Budha); 2) Fase II : Fase pendudukan/administrasi politik Islam masa Maulana Hasanuddin; 3) Fase III : Fase surutnya Banten Girang karena pusat administrasi politik dipindahkan ke Banten lama di pesisir, tetapi Banten Girang masih tetap digunakan bahkan sampai masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1652 – 1671), sultan Banten kelima. 4) Fase IV : Fase akhir, ketika Banten Lama sudah diancurkan oleh Daendels pada tahun 1815, dimana diduga frekuensi penggunaan Banten Girang semakin menurun. 5) Fase resen, okupasi lanjut oleh penduduk Banten Girang masa sekarang yang digunakan untuk lahan pertanian dan lahan pemukiman. Melalui perbandingan dengan berbagai bentuk fisik benteng di berbagai tempat, Halyany Michrob (1991) berpendapat bahwa atas dasar penemuan keramik masa Dinasti Han (206 SM – 220 M) dan struktur berundah di atas gua dan lingkungan benteng, amat boleh jadi okupasi Banten Girang sudah berlangsung lama sekali, bahkan sejak ketika berlangsung masa kehidupan prasejarah dan proto sejarah Banten girang sampe sekarang masih banyak di kunjungi oleh masyarakat banten atau masyarakat luar, tujuannya itu untuk berziarah kemakam-makam para kiyai, kita pasti tahu apa itu tujuan ziarah, mengunjungi makam atau berziarah bisa membuat kita lebih bijak dalam menyikaspi hidup, kita hidup bukan hanya untuk mengejar kenikmatan dunia saja tapi hidup kita itu harus seimbang (Balance) kita juga harus memikirkan amalan kita untuk bekal di kehidupan selanjutnya. Tapi tetap masih saja ada orang yang salah dalam memahami ini karena mereka datang ke tempat ziarah untuk meminta kesehatan, lancar rezeki, atau ilmu kebal padahal orang yang di mintai pertolongan punt tidak bisa berbuat apa-apa. Jadilah manusia yang cerdas dan bijak yang menyikapi hidup bukan hanya dengan menggunakan akal saja tapi hati juga harus di ikut sertakan agar menjadi manusia yang bukan hanya cerdas secara kognitif atau akal atau pikiran tapi juga cerdas secara rohani atau spiritual, aga bisa mendrasakan kehidupan yang sesungguhnya, sukses dunia dan sukses akhirat.Menguak Kembali Cerita dan Situs Kerajaan Banten Girang Kearifan lokal yang ada di provinsi banten itu sangat beragam dan terdapat di beberapa kota/kabupaten yang didalamnya ada , kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon, kota Tanggerang, kabupaten Tanggerang, kota Tanggerang Selatan, kabupaten Tanggerang, kabupaten Pandeglang, dan kabupaten Lebak. Provinsi Banten secara geografisnya terletak anatara 5°7’50’’-7°1’11” Lintang Selatan dan 105°1’11”-106°7’12” Bujur Timur, dan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 9.160,70 Km2. Provinsi Banten terdiri dari 4 Kota, 4 Kabupaten, 154 Kecamatan, 262 kelurahan dan 1.273 desa Banten adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau jawa, banten adalah provinsi dari pemekaran jawa barat. Saya akan sedikit menulis tentang kebudayaan apa saja yang ada di banten, pada kali ini saya mencoba untuk menulis tentang sebuah tempat yang bersejarah yang ada di provinsi banten. Dan nama tempat yang akan saya ambil untuk kali ini adalah BANTEN GIRANG, mungkin nama Banten Girang belum begitu akrab ditelinga masyarakat luar banten tapi Banten girang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat banten, banten girang sendiri terletak di desa sempu, kota serang. Berkaitan dengan berdirinya kerajaan Banten Girang F.D.K. Bocsh mengkaitkannya dengan prasasti kebon kopi II yang ditemukan di Bogor. Bosch menapsirkan angkat tahun prasasti kebon kopi II berdasarkan (andrasangkala) yaitu tahun 932 M. (85.4 saka) berhubungan dengan situs Banten Girang yang terletak di kampung Balaya, desa Sempu Kota Serang. Informasi tentang Banten Girang yang berfungsi sebagai situs pemukiman atau perkotaan dapat dilihat dalam babad Banten. Dalam babad tersebut diceritakan bahwa penaklukkan seluruh wilayah Banten oleh bala tentara Islam diceritakan sebagai perebutan kota Banten Girang. Informasi dalam babad Banten Syalam dengan hasil penelitian bahwa di situs Banten Girang merupakan situs pemukiman dalam skala kota pra industri, untuk keperluan pertahanan tersebut dikelilingi benteng yang terbuat dari tanah baik pada sisi dalam maupun luar tanggul. Penggunaan tanggul tanah sebagai benteng sudah dikenal sejak masa pra sejarah akhir kemudian masa Hindu-Budha dan berlanjut pada kota-kota kuno masa Islam. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kota kerajaan diduga terdapat hubungan dengan Gunung Pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan di Banten Girang dengan Gunung Pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memlarikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Kenyataan ini didukung oleh kebiasaan orang Baduy berziarah ke Banten Girang. Banten girang merupakan awal kerajaan banten yang sebelumnya mendapat kebelakangan nama pada saat itu yaitu kerajaan Sunda Wahanten. Pendiri kerajaan ini ialah Prabu Jaya Bupati yang disebut juga Prabu Saka Domas. Prabu Jaya Bupati berasal dari keturunan kerajaan Mataram pada kerajaan Hindu yang tidak mendapat kesempatan untuk mengabdi dikerajaan Mataram Kuno. Prabu Jaya Bupati mendirikan kerajaan sunda dibanten girang pada tahun 932-1016, dengan luas wilayah kekuasaan meliputi Jawa Barat dengan perbatasaannya cipamali. Pada saat itu disebut kerajaan Tatar Sunda, dengan keadaan yang subur makmur, sehingga dapat menjalin hubungan dengan kerajaan di Jawa. Pada tahun 1016 Prabu Jaya Bupati memindahkan pusat pemerintahannya kedaerah cileceh sukabumi karena khawatir akan adanya penyerbuan yang akan dilancarkan oleh kerajaan Sriwijaya terhadap Tatar Sunda di Banten Girang, mengingat usia Jaya Bupati yang tua pada saat itu, ketika Prabu Jaya Bupati berada di pengungsian berhasil mendirikan kerajaan surawisesa. Pada tahun 1357 kerajaan surawisesa dipegang oleh Prabu Baduga Sir Maharaja, keraton Surawisesa disebut kerajaan pajajaran. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kerajaan diduga terdapat hubungan dengan gunung pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan dibanten girang dengan gunung pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanudin kemudian melanjutkan perjalanan hingga kegunung pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana Kendali, diatas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanudin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanudin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap digunung pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya tanah jawa. Masyarakat yang tidak mau masuk islam melarikan diri kepegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy, kegiatan ini didukung oleh kebiasaan orang baduy berziarah kebanten girang. Pada pertengahan 1990-an ditemukan sebuah arc dwarapala disungai cibanten tidak jauh dengan situs banten girang. Ini menunjukan bahwa Banten Girang masih menyimpan banyak pertanyaan yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Sebagaimana dalam catatan sejarah bahwa sungai cibanten dahulu kala berfungsi sebagai jalur transformasi yang menghubungkan wilayah pesisir dari faletehan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit yang ditemukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah mejadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan banten dari abad VII sampe dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan demikian juga tidak diketahui siapakah penguasa daerah banten pada waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. Berita banten baru muncul kembali pada awal abad XVI dengan ditemukannya prasasti dibogor. Prasasti ini menyatakan bahwa pakuan pajajran didirikan oleh Sri Sang Ratu Dewata, dan banten sampai awal abad XVI termasuk daerah kekuasaannya (Ambary, 1980 : 447), memang kerajaan pajajaran merupakan kerajaan besar yang daerah kekuasaannya meliputi seluruh Banten, Sunda Kelapa (Jakarta), Bogor, sampai Cirebon, ditambah pula daerah Tegal dan Banyumas sampai batas kali pamali dan kali serayu. Dari pernyataan diatas kita tahu bahwa di banten pernah menganut kepercayaan anisme, dinamisme, hal ini di buktikan dengan ditemukannya bukti situs tersebut pernah dihuni masyarakat yang menyembah arwah nenek moyang, dilokasi itu ditemukan pula beberapa batu besar yang memiliki arti penting. Diantaranya yang disebut sebagai batu dekan, batu datar yang disimpan di makam keramat di Masjong dan Agus Jo, Banten Girang. Selain kepercyaan anisme dan dinamisme di banten juga pernah menganut kepercayaan Hindu-Budha Dengan ditemukannya Prasasti Munjul, yang terletak di tengah sungai Cindangiang, Lebak Munjul, Pandeglang, berita tentang Banten dapat lebih diperjelas lagi. Prasasti ini, yang diperkirakan berasal dari abad V, bertuliskan huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta menyatakan bahwa raja yang berkuasa di daerah ini adalah Purnawarman. Ini berarti bahwa daerah kuasa Tarumanegara sampai juga ke Banten, dan diceritakan pula bahwa negara pada masa itu dalam kemakmuran dan kejayaan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit kita temukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah menjadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan Banten dari abad VII sampai dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan. Demikian juga, tidak diketahui siapakah penguasaan daerah Banten waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. kemudian islam datang yang dibawah yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memberikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Sampe sekarang provinsi banten merupakan salah satu provinsi yang dikenal dengan seribu kiyai, dan banyak orang dari luar banten yang belajar agama islam di banten. Lukman Hakim memandang adanya fase-fase kehidupan di Banten Girang yang meliputi : 1) Fase I : Fase subordinasi Pakuan-Pajajaran dimana gua dijadikan pusat upacara keagamaan bercorak Hiduistik (Hindu – Budha); 2) Fase II : Fase pendudukan/administrasi politik Islam masa Maulana Hasanuddin; 3) Fase III : Fase surutnya Banten Girang karena pusat administrasi politik dipindahkan ke Banten lama di pesisir, tetapi Banten Girang masih tetap digunakan bahkan sampai masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1652 – 1671), sultan Banten kelima. 4) Fase IV : Fase akhir, ketika Banten Lama sudah diancurkan oleh Daendels pada tahun 1815, dimana diduga frekuensi penggunaan Banten Girang semakin menurun. 5) Fase resen, okupasi lanjut oleh penduduk Banten Girang masa sekarang yang digunakan untuk lahan pertanian dan lahan pemukiman. Melalui perbandingan dengan berbagai bentuk fisik benteng di berbagai tempat, Halyany Michrob (1991) berpendapat bahwa atas dasar penemuan keramik masa Dinasti Han (206 SM – 220 M) dan struktur berundah di atas gua dan lingkungan benteng, amat boleh jadi okupasi Banten Girang sudah berlangsung lama sekali, bahkan sejak ketika berlangsung masa kehidupan prasejarah dan proto sejarah Banten girang sampe sekarang masih banyak di kunjungi oleh masyarakat banten atau masyarakat luar, tujuannya itu untuk berziarah kemakam-makam para kiyai, kita pasti tahu apa itu tujuan ziarah, mengunjungi makam atau berziarah bisa membuat kita lebih bijak dalam menyikaspi hidup, kita hidup bukan hanya untuk mengejar kenikmatan dunia saja tapi hidup kita itu harus seimbang (Balance) kita juga harus memikirkan amalan kita untuk bekal di kehidupan selanjutnya. Tapi tetap masih saja ada orang yang salah dalam memahami ini karena mereka datang ke tempat ziarah untuk meminta kesehatan, lancar rezeki, atau ilmu kebal padahal orang yang di mintai pertolongan punt tidak bisa berbuat apa-apa. Jadilah manusia yang cerdas dan bijak yang menyikapi hidup bukan hanya dengan menggunakan akal saja tapi hati juga harus di ikut sertakan agar menjadi manusia yang bukan hanya cerdas secara kognitif atau akal atau pikiran tapi juga cerdas secara rohani atau spiritual, aga bisa mendrasakan kehidupan yang sesungguhnya, sukses dunia dan sukses akhirat.Menguak Kembali Cerita dan Situs Kerajaan Banten Girang Kearifan lokal yang ada di provinsi banten itu sangat beragam dan terdapat di beberapa kota/kabupaten yang didalamnya ada , kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon, kota Tanggerang, kabupaten Tanggerang, kota Tanggerang Selatan, kabupaten Tanggerang, kabupaten Pandeglang, dan kabupaten Lebak. Provinsi Banten secara geografisnya terletak anatara 5°7’50’’-7°1’11” Lintang Selatan dan 105°1’11”-106°7’12” Bujur Timur, dan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 9.160,70 Km2. Provinsi Banten terdiri dari 4 Kota, 4 Kabupaten, 154 Kecamatan, 262 kelurahan dan 1.273 desa Banten adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau jawa, banten adalah provinsi dari pemekaran jawa barat. Saya akan sedikit menulis tentang kebudayaan apa saja yang ada di banten, pada kali ini saya mencoba untuk menulis tentang sebuah tempat yang bersejarah yang ada di provinsi banten. Dan nama tempat yang akan saya ambil untuk kali ini adalah BANTEN GIRANG, mungkin nama Banten Girang belum begitu akrab ditelinga masyarakat luar banten tapi Banten girang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat banten, banten girang sendiri terletak di desa sempu, kota serang. Berkaitan dengan berdirinya kerajaan Banten Girang F.D.K. Bocsh mengkaitkannya dengan prasasti kebon kopi II yang ditemukan di Bogor. Bosch menapsirkan angkat tahun prasasti kebon kopi II berdasarkan (andrasangkala) yaitu tahun 932 M. (85.4 saka) berhubungan dengan situs Banten Girang yang terletak di kampung Balaya, desa Sempu Kota Serang. Informasi tentang Banten Girang yang berfungsi sebagai situs pemukiman atau perkotaan dapat dilihat dalam babad Banten. Dalam babad tersebut diceritakan bahwa penaklukkan seluruh wilayah Banten oleh bala tentara Islam diceritakan sebagai perebutan kota Banten Girang. Informasi dalam babad Banten Syalam dengan hasil penelitian bahwa di situs Banten Girang merupakan situs pemukiman dalam skala kota pra industri, untuk keperluan pertahanan tersebut dikelilingi benteng yang terbuat dari tanah baik pada sisi dalam maupun luar tanggul. Penggunaan tanggul tanah sebagai benteng sudah dikenal sejak masa pra sejarah akhir kemudian masa Hindu-Budha dan berlanjut pada kota-kota kuno masa Islam. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kota kerajaan diduga terdapat hubungan dengan Gunung Pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan di Banten Girang dengan Gunung Pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memlarikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Kenyataan ini didukung oleh kebiasaan orang Baduy berziarah ke Banten Girang. Banten girang merupakan awal kerajaan banten yang sebelumnya mendapat kebelakangan nama pada saat itu yaitu kerajaan Sunda Wahanten. Pendiri kerajaan ini ialah Prabu Jaya Bupati yang disebut juga Prabu Saka Domas. Prabu Jaya Bupati berasal dari keturunan kerajaan Mataram pada kerajaan Hindu yang tidak mendapat kesempatan untuk mengabdi dikerajaan Mataram Kuno. Prabu Jaya Bupati mendirikan kerajaan sunda dibanten girang pada tahun 932-1016, dengan luas wilayah kekuasaan meliputi Jawa Barat dengan perbatasaannya cipamali. Pada saat itu disebut kerajaan Tatar Sunda, dengan keadaan yang subur makmur, sehingga dapat menjalin hubungan dengan kerajaan di Jawa. Pada tahun 1016 Prabu Jaya Bupati memindahkan pusat pemerintahannya kedaerah cileceh sukabumi karena khawatir akan adanya penyerbuan yang akan dilancarkan oleh kerajaan Sriwijaya terhadap Tatar Sunda di Banten Girang, mengingat usia Jaya Bupati yang tua pada saat itu, ketika Prabu Jaya Bupati berada di pengungsian berhasil mendirikan kerajaan surawisesa. Pada tahun 1357 kerajaan surawisesa dipegang oleh Prabu Baduga Sir Maharaja, keraton Surawisesa disebut kerajaan pajajaran. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kerajaan diduga terdapat hubungan dengan gunung pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan dibanten girang dengan gunung pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanudin kemudian melanjutkan perjalanan hingga kegunung pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana Kendali, diatas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanudin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanudin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap digunung pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya tanah jawa. Masyarakat yang tidak mau masuk islam melarikan diri kepegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy, kegiatan ini didukung oleh kebiasaan orang baduy berziarah kebanten girang. Pada pertengahan 1990-an ditemukan sebuah arc dwarapala disungai cibanten tidak jauh dengan situs banten girang. Ini menunjukan bahwa Banten Girang masih menyimpan banyak pertanyaan yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Sebagaimana dalam catatan sejarah bahwa sungai cibanten dahulu kala berfungsi sebagai jalur transformasi yang menghubungkan wilayah pesisir dari faletehan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit yang ditemukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah mejadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan banten dari abad VII sampe dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan demikian juga tidak diketahui siapakah penguasa daerah banten pada waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. Berita banten baru muncul kembali pada awal abad XVI dengan ditemukannya prasasti dibogor. Prasasti ini menyatakan bahwa pakuan pajajran didirikan oleh Sri Sang Ratu Dewata, dan banten sampai awal abad XVI termasuk daerah kekuasaannya (Ambary, 1980 : 447), memang kerajaan pajajaran merupakan kerajaan besar yang daerah kekuasaannya meliputi seluruh Banten, Sunda Kelapa (Jakarta), Bogor, sampai Cirebon, ditambah pula daerah Tegal dan Banyumas sampai batas kali pamali dan kali serayu. Dari pernyataan diatas kita tahu bahwa di banten pernah menganut kepercayaan anisme, dinamisme, hal ini di buktikan dengan ditemukannya bukti situs tersebut pernah dihuni masyarakat yang menyembah arwah nenek moyang, dilokasi itu ditemukan pula beberapa batu besar yang memiliki arti penting. Diantaranya yang disebut sebagai batu dekan, batu datar yang disimpan di makam keramat di Masjong dan Agus Jo, Banten Girang. Selain kepercyaan anisme dan dinamisme di banten juga pernah menganut kepercayaan Hindu-Budha Dengan ditemukannya Prasasti Munjul, yang terletak di tengah sungai Cindangiang, Lebak Munjul, Pandeglang, berita tentang Banten dapat lebih diperjelas lagi. Prasasti ini, yang diperkirakan berasal dari abad V, bertuliskan huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta menyatakan bahwa raja yang berkuasa di daerah ini adalah Purnawarman. Ini berarti bahwa daerah kuasa Tarumanegara sampai juga ke Banten, dan diceritakan pula bahwa negara pada masa itu dalam kemakmuran dan kejayaan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit kita temukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah menjadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan Banten dari abad VII sampai dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan. Demikian juga, tidak diketahui siapakah penguasaan daerah Banten waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. kemudian islam datang yang dibawah yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memberikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Sampe sekarang provinsi banten merupakan salah satu provinsi yang dikenal dengan seribu kiyai, dan banyak orang dari luar banten yang belajar agama islam di banten. Lukman Hakim memandang adanya fase-fase kehidupan di Banten Girang yang meliputi : 1) Fase I : Fase subordinasi Pakuan-Pajajaran dimana gua dijadikan pusat upacara keagamaan bercorak Hiduistik (Hindu – Budha); 2) Fase II : Fase pendudukan/administrasi politik Islam masa Maulana Hasanuddin; 3) Fase III : Fase surutnya Banten Girang karena pusat administrasi politik dipindahkan ke Banten lama di pesisir, tetapi Banten Girang masih tetap digunakan bahkan sampai masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1652 – 1671), sultan Banten kelima. 4) Fase IV : Fase akhir, ketika Banten Lama sudah diancurkan oleh Daendels pada tahun 1815, dimana diduga frekuensi penggunaan Banten Girang semakin menurun. 5) Fase resen, okupasi lanjut oleh penduduk Banten Girang masa sekarang yang digunakan untuk lahan pertanian dan lahan pemukiman. Melalui perbandingan dengan berbagai bentuk fisik benteng di berbagai tempat, Halyany Michrob (1991) berpendapat bahwa atas dasar penemuan keramik masa Dinasti Han (206 SM – 220 M) dan struktur berundah di atas gua dan lingkungan benteng, amat boleh jadi okupasi Banten Girang sudah berlangsung lama sekali, bahkan sejak ketika berlangsung masa kehidupan prasejarah dan proto sejarah Banten girang sampe sekarang masih banyak di kunjungi oleh masyarakat banten atau masyarakat luar, tujuannya itu untuk berziarah kemakam-makam para kiyai, kita pasti tahu apa itu tujuan ziarah, mengunjungi makam atau berziarah bisa membuat kita lebih bijak dalam menyikaspi hidup, kita hidup bukan hanya untuk mengejar kenikmatan dunia saja tapi hidup kita itu harus seimbang (Balance) kita juga harus memikirkan amalan kita untuk bekal di kehidupan selanjutnya. Tapi tetap masih saja ada orang yang salah dalam memahami ini karena mereka datang ke tempat ziarah untuk meminta kesehatan, lancar rezeki, atau ilmu kebal padahal orang yang di mintai pertolongan punt tidak bisa berbuat apa-apa. Jadilah manusia yang cerdas dan bijak yang menyikapi hidup bukan hanya dengan menggunakan akal saja tapi hati juga harus di ikut sertakan agar menjadi manusia yang bukan hanya cerdas secara kognitif atau akal atau pikiran tapi juga cerdas secara rohani atau spiritual, aga bisa mendrasakan kehidupan yang sesungguhnya, sukses dunia dan sukses akhirat.enguak Kisah di Banten Girang


Menguak Kembali  Cerita dan Situs Kerajaan Banten Girang
Kearifan lokal yang ada di provinsi banten itu sangat beragam dan terdapat di beberapa kota/kabupaten yang didalamnya ada , kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon, kota Tanggerang, kabupaten Tanggerang, kota Tanggerang Selatan, kabupaten Tanggerang, kabupaten Pandeglang, dan kabupaten Lebak. Provinsi Banten secara geografisnya terletak anatara 57’50’’-71’11” Lintang Selatan dan 1051’11”-1067’12” Bujur Timur, dan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 9.160,70 Km2. Provinsi Banten terdiri dari 4 Kota, 4 Kabupaten, 154 Kecamatan, 262 kelurahan dan 1.273 desa

Banten adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau jawa, banten adalah provinsi dari pemekaran jawa barat. Saya akan sedikit menulis tentang kebudayaan apa saja yang ada di banten, pada kali ini saya mencoba untuk menulis tentang sebuah tempat yang bersejarah yang ada di provinsi banten. Dan nama tempat yang akan saya ambil untuk kali ini adalah BANTEN GIRANG, mungkin nama Banten Girang belum begitu akrab ditelinga masyarakat luar banten tapi Banten girang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat banten, banten girang sendiri terletak di desa sempu, kota serang.
 Berkaitan dengan berdirinya kerajaan Banten Girang F.D.K. Bocsh mengkaitkannya dengan prasasti kebon kopi II yang ditemukan di Bogor. Bosch menapsirkan angkat tahun prasasti kebon kopi II berdasarkan (andrasangkala) yaitu tahun 932 M. (85.4 saka) berhubungan dengan situs Banten Girang yang terletak di kampung Balaya, desa Sempu Kota Serang.
Informasi tentang Banten Girang yang berfungsi sebagai situs pemukiman atau perkotaan dapat dilihat dalam babad Banten. Dalam babad tersebut diceritakan bahwa penaklukkan seluruh wilayah Banten oleh bala tentara Islam diceritakan sebagai perebutan kota Banten Girang. Informasi dalam babad Banten Syalam dengan hasil penelitian bahwa di situs Banten Girang merupakan situs pemukiman dalam skala kota pra industri, untuk keperluan pertahanan tersebut dikelilingi benteng yang terbuat dari tanah baik pada sisi dalam maupun luar tanggul. Penggunaan tanggul tanah sebagai benteng sudah dikenal sejak masa pra sejarah akhir kemudian masa Hindu-Budha dan berlanjut pada kota-kota kuno masa Islam.
Situs Banten Girang yang menjadi pusat kota kerajaan diduga terdapat hubungan dengan Gunung Pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan di Banten Girang dengan Gunung Pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun.
Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa.
Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memlarikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Kenyataan ini didukung oleh kebiasaan orang Baduy berziarah ke Banten Girang. 
   Banten girang merupakan awal kerajaan banten yang sebelumnya mendapat kebelakangan nama pada saat itu yaitu kerajaan Sunda Wahanten. Pendiri kerajaan ini ialah Prabu Jaya Bupati yang disebut juga Prabu Saka Domas. Prabu Jaya Bupati berasal dari keturunan kerajaan Mataram pada kerajaan Hindu yang tidak mendapat kesempatan untuk mengabdi dikerajaan Mataram Kuno. Prabu Jaya Bupati mendirikan kerajaan sunda dibanten girang pada tahun 932-1016, dengan luas wilayah kekuasaan meliputi Jawa Barat dengan perbatasaannya cipamali. Pada saat itu disebut kerajaan Tatar Sunda, dengan keadaan yang subur makmur, sehingga dapat menjalin hubungan dengan kerajaan di Jawa. Pada tahun 1016 Prabu Jaya Bupati memindahkan pusat pemerintahannya kedaerah cileceh sukabumi karena khawatir akan adanya penyerbuan yang akan dilancarkan oleh kerajaan Sriwijaya terhadap Tatar Sunda di Banten Girang, mengingat usia Jaya Bupati yang tua pada saat itu, ketika Prabu Jaya Bupati berada di pengungsian berhasil mendirikan kerajaan surawisesa. Pada tahun 1357 kerajaan surawisesa dipegang oleh Prabu Baduga Sir Maharaja, keraton Surawisesa disebut kerajaan pajajaran. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kerajaan diduga terdapat hubungan dengan gunung pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan dibanten girang dengan gunung pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanudin kemudian melanjutkan perjalanan hingga kegunung pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana Kendali, diatas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanudin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanudin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap digunung pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya tanah jawa. Masyarakat yang tidak mau masuk islam melarikan diri kepegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy, kegiatan ini didukung oleh kebiasaan orang baduy berziarah kebanten girang. Pada pertengahan 1990-an ditemukan sebuah arc dwarapala disungai cibanten tidak jauh dengan situs banten girang. Ini menunjukan bahwa Banten Girang masih menyimpan banyak pertanyaan yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Sebagaimana dalam catatan sejarah bahwa sungai cibanten dahulu kala berfungsi sebagai jalur transformasi yang menghubungkan wilayah pesisir dari faletehan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit yang ditemukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah mejadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan banten dari abad VII sampe dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan demikian juga tidak diketahui siapakah penguasa daerah banten pada waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. Berita banten baru muncul kembali pada awal abad XVI dengan ditemukannya prasasti dibogor. Prasasti ini menyatakan bahwa pakuan pajajran didirikan oleh Sri Sang Ratu Dewata, dan banten sampai awal abad XVI termasuk daerah kekuasaannya (Ambary, 1980 : 447), memang kerajaan pajajaran merupakan kerajaan besar yang daerah kekuasaannya meliputi seluruh Banten, Sunda Kelapa (Jakarta), Bogor, sampai Cirebon, ditambah pula daerah Tegal dan Banyumas sampai batas kali pamali dan kali serayu.
Dari pernyataan diatas kita tahu bahwa di banten pernah menganut kepercayaan anisme, dinamisme, hal ini di buktikan dengan ditemukannya bukti situs tersebut pernah dihuni masyarakat yang menyembah arwah nenek moyang, dilokasi itu ditemukan pula beberapa batu besar yang memiliki arti penting. Diantaranya yang disebut sebagai batu dekan, batu datar yang disimpan di makam keramat di Masjong dan Agus Jo, Banten Girang. Selain kepercyaan anisme dan dinamisme di banten juga pernah menganut kepercayaan Hindu-Budha Dengan ditemukannya Prasasti Munjul, yang terletak di tengah sungai Cindangiang, Lebak Munjul, Pandeglang, berita tentang Banten dapat lebih diperjelas lagi. Prasasti ini, yang diperkirakan berasal dari abad V, bertuliskan huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta menyatakan bahwa raja yang berkuasa di daerah ini adalah Purnawarman. Ini berarti bahwa daerah kuasa Tarumanegara sampai juga ke Banten, dan diceritakan pula bahwa negara pada masa itu dalam kemakmuran dan kejayaan.
 Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit kita temukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah menjadi pelabuhan kerajaan Pajajaran.
 Untuk selanjutnya keadaan Banten dari abad VII sampai dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan. Demikian juga, tidak diketahui siapakah penguasaan daerah Banten waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. kemudian islam datang yang dibawah yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun.
Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa.
Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memberikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy.
Sampe sekarang provinsi banten merupakan salah satu provinsi yang dikenal dengan seribu kiyai, dan banyak orang dari luar banten yang belajar agama islam di banten.
Lukman Hakim memandang adanya fase-fase kehidupan di Banten Girang yang meliputi :
1) Fase I : Fase subordinasi Pakuan-Pajajaran dimana gua dijadikan pusat upacara keagamaan bercorak Hiduistik (Hindu – Budha);
2) Fase II : Fase pendudukan/administrasi politik Islam masa Maulana Hasanuddin;
3) Fase III : Fase surutnya Banten Girang karena pusat administrasi politik dipindahkan ke Banten lama di pesisir, tetapi Banten Girang masih tetap digunakan bahkan sampai masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1652 – 1671), sultan Banten kelima.
4) Fase IV : Fase akhir, ketika Banten Lama sudah diancurkan oleh Daendels pada tahun 1815, dimana diduga frekuensi penggunaan Banten Girang semakin menurun.
5) Fase resen, okupasi lanjut oleh penduduk Banten Girang masa sekarang yang digunakan untuk lahan pertanian dan lahan pemukiman.
Melalui perbandingan dengan berbagai bentuk fisik benteng di berbagai tempat, Halyany Michrob (1991) berpendapat bahwa atas dasar penemuan keramik masa Dinasti Han (206 SM – 220 M) dan struktur berundah di atas gua dan lingkungan benteng, amat boleh jadi okupasi Banten Girang sudah berlangsung lama sekali, bahkan sejak ketika berlangsung masa kehidupan prasejarah dan proto sejarah
 Banten girang sampe sekarang masih banyak di kunjungi oleh masyarakat banten atau masyarakat luar, tujuannya itu untuk berziarah kemakam-makam para kiyai, kita pasti tahu apa itu tujuan ziarah, mengunjungi makam atau berziarah bisa membuat kita lebih bijak dalam menyikaspi hidup, kita hidup bukan hanya untuk mengejar kenikmatan dunia saja tapi hidup kita itu harus seimbang (Balance) kita juga harus memikirkan amalan kita untuk bekal di kehidupan selanjutnya. Tapi tetap masih saja ada orang yang salah dalam memahami ini karena mereka datang ke tempat ziarah untuk meminta kesehatan, lancar rezeki, atau ilmu kebal padahal orang yang di mintai pertolongan punt tidak bisa berbuat apa-apa. Jadilah manusia yang cerdas dan bijak yang menyikapi hidup bukan hanya dengan menggunakan akal saja tapi hati juga harus di ikut sertakan agar menjadi manusia yang bukan hanya cerdas secara kognitif atau akal atau pikiran tapi juga cerdas secara rohani atau spiritual, aga bisa mendrasakan kehidupan yang sesungguhnya, sukses dunia dan sukses akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar