Menguak Kembali Cerita dan Situs Kerajaan Banten Girang
Kearifan lokal
yang ada di provinsi banten itu sangat beragam dan terdapat di beberapa
kota/kabupaten yang didalamnya ada , kota Serang, kabupaten Serang, kota
Cilegon, kota Tanggerang, kabupaten Tanggerang, kota Tanggerang Selatan,
kabupaten Tanggerang, kabupaten Pandeglang, dan kabupaten Lebak. Provinsi
Banten secara geografisnya terletak anatara 57’50’’-71’11”
Lintang Selatan dan 1051’11”-1067’12”
Bujur Timur, dan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun
2000 luas wilayah Banten adalah 9.160,70 Km2. Provinsi Banten terdiri dari 4
Kota, 4 Kabupaten, 154 Kecamatan, 262 kelurahan dan 1.273 desa
Banten adalah
sebuah provinsi yang terletak di pulau jawa, banten adalah provinsi dari
pemekaran jawa barat. Saya akan sedikit menulis tentang kebudayaan apa saja
yang ada di banten, pada kali ini saya mencoba untuk menulis tentang sebuah
tempat yang bersejarah yang ada di provinsi banten. Dan nama tempat yang akan
saya ambil untuk kali ini adalah BANTEN GIRANG, mungkin nama Banten Girang
belum begitu akrab ditelinga masyarakat luar banten tapi Banten girang sudah
tidak asing lagi bagi masyarakat banten, banten girang sendiri terletak di desa
sempu, kota serang.
Berkaitan dengan berdirinya kerajaan Banten
Girang F.D.K. Bocsh mengkaitkannya dengan prasasti kebon kopi II yang ditemukan
di Bogor. Bosch menapsirkan angkat tahun prasasti kebon kopi II berdasarkan
(andrasangkala) yaitu tahun 932 M. (85.4 saka) berhubungan dengan situs Banten
Girang yang terletak di kampung Balaya, desa Sempu Kota Serang.
Informasi tentang Banten Girang yang
berfungsi sebagai situs pemukiman atau perkotaan dapat dilihat dalam babad
Banten. Dalam babad tersebut diceritakan bahwa penaklukkan seluruh wilayah Banten
oleh bala tentara Islam diceritakan sebagai perebutan kota Banten Girang. Informasi
dalam babad Banten Syalam dengan hasil penelitian bahwa di situs Banten Girang
merupakan situs pemukiman dalam skala kota pra industri, untuk keperluan
pertahanan tersebut dikelilingi benteng yang terbuat dari tanah baik pada sisi
dalam maupun luar tanggul. Penggunaan tanggul tanah sebagai benteng sudah
dikenal sejak masa pra sejarah akhir kemudian masa Hindu-Budha dan berlanjut
pada kota-kota kuno masa Islam.
Situs
Banten Girang yang menjadi pusat kota kerajaan diduga terdapat hubungan dengan
Gunung Pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan di Banten Girang
dengan Gunung Pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian
melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama
mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali,
di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu
Pucuk Umun.
Hasanuddin
tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan
para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat
itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa.
Dalam
Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak
mau masuk Islam memlarikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang
dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Kenyataan ini didukung oleh
kebiasaan orang Baduy berziarah ke Banten Girang.
Banten girang merupakan awal kerajaan banten
yang sebelumnya mendapat kebelakangan nama pada saat itu yaitu kerajaan Sunda
Wahanten. Pendiri kerajaan ini ialah Prabu Jaya Bupati yang disebut juga Prabu
Saka Domas. Prabu Jaya Bupati berasal dari keturunan kerajaan Mataram pada
kerajaan Hindu yang tidak mendapat kesempatan untuk mengabdi dikerajaan Mataram
Kuno. Prabu Jaya Bupati mendirikan kerajaan sunda dibanten girang pada tahun
932-1016, dengan luas wilayah kekuasaan meliputi Jawa Barat dengan
perbatasaannya cipamali. Pada saat itu disebut kerajaan Tatar Sunda, dengan
keadaan yang subur makmur, sehingga dapat menjalin hubungan dengan kerajaan di
Jawa. Pada tahun 1016 Prabu Jaya Bupati memindahkan pusat pemerintahannya
kedaerah cileceh sukabumi karena khawatir akan adanya penyerbuan yang akan dilancarkan
oleh kerajaan Sriwijaya terhadap Tatar Sunda di Banten Girang, mengingat usia
Jaya Bupati yang tua pada saat itu, ketika Prabu Jaya Bupati berada di
pengungsian berhasil mendirikan kerajaan surawisesa. Pada tahun 1357 kerajaan
surawisesa dipegang oleh Prabu Baduga Sir Maharaja, keraton Surawisesa disebut
kerajaan pajajaran. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kerajaan diduga
terdapat hubungan dengan gunung pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan
keagamaan dibanten girang dengan gunung pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung
Jati dan Hasanudin kemudian melanjutkan perjalanan hingga kegunung pulosari
yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan
wilayah Brahmana Kendali, diatas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang
dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanudin tinggal bersama mereka selama 10
tahun lebih, ketika Hasanudin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup
menetap digunung pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda
berakhirnya tanah jawa. Masyarakat yang tidak mau masuk islam melarikan diri
kepegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu
orang Baduy, kegiatan ini didukung oleh kebiasaan orang baduy berziarah
kebanten girang. Pada pertengahan 1990-an ditemukan sebuah arc dwarapala
disungai cibanten tidak jauh dengan situs banten girang. Ini menunjukan bahwa
Banten Girang masih menyimpan banyak pertanyaan yang menarik untuk diteliti
lebih lanjut. Sebagaimana dalam catatan sejarah bahwa sungai cibanten dahulu kala
berfungsi sebagai jalur transformasi yang menghubungkan wilayah pesisir dari
faletehan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum
abad ke-16 memang sangat sedikit yang ditemukan. Tapi setidak-tidaknya pada
abad XII-VX, Banten sudah mejadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk
selanjutnya keadaan banten dari abad VII sampe dengan abad XII tidak ditemukan
berita sejarah yang meyakinkan demikian juga tidak diketahui siapakah penguasa
daerah banten pada waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu
sudah banyak ditemukan. Berita banten baru muncul kembali pada awal abad XVI
dengan ditemukannya prasasti dibogor. Prasasti ini menyatakan bahwa pakuan
pajajran didirikan oleh Sri Sang Ratu Dewata, dan banten sampai awal abad XVI termasuk
daerah kekuasaannya (Ambary, 1980 : 447), memang kerajaan pajajaran merupakan
kerajaan besar yang daerah kekuasaannya meliputi seluruh Banten, Sunda Kelapa
(Jakarta), Bogor, sampai Cirebon, ditambah pula daerah Tegal dan Banyumas
sampai batas kali pamali dan kali serayu.
Dari pernyataan diatas kita tahu bahwa
di banten pernah menganut kepercayaan anisme, dinamisme, hal ini di buktikan
dengan ditemukannya bukti situs tersebut pernah dihuni masyarakat yang
menyembah arwah nenek moyang, dilokasi itu ditemukan pula beberapa batu besar
yang memiliki arti penting. Diantaranya yang disebut sebagai batu dekan, batu
datar yang disimpan di makam keramat di Masjong dan Agus Jo, Banten Girang.
Selain kepercyaan anisme dan dinamisme di banten juga pernah menganut kepercayaan
Hindu-Budha Dengan ditemukannya Prasasti Munjul, yang terletak di
tengah sungai Cindangiang, Lebak Munjul, Pandeglang, berita tentang Banten
dapat lebih diperjelas lagi. Prasasti ini, yang diperkirakan berasal dari abad
V, bertuliskan huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta menyatakan bahwa raja yang
berkuasa di daerah ini adalah Purnawarman. Ini berarti bahwa daerah
kuasa Tarumanegara sampai juga ke Banten, dan diceritakan pula bahwa negara
pada masa itu dalam kemakmuran dan kejayaan.
Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai
Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit kita temukan. Tapi
setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah menjadi pelabuhan kerajaan
Pajajaran.
Untuk selanjutnya keadaan Banten dari abad VII
sampai dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan. Demikian
juga, tidak diketahui siapakah penguasaan daerah Banten waktu itu, padahal
benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan.
kemudian islam datang yang dibawah yaitu
ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga
ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati,
gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800
ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun.
Hasanuddin tinggal bersama mereka
selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka
pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan
menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa.
Dalam Babad Banten diceritakan pula
bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memberikan diri
ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu
orang Baduy.
Sampe sekarang provinsi banten merupakan salah satu provinsi
yang dikenal dengan seribu kiyai, dan banyak orang dari luar banten yang
belajar agama islam di banten.
Lukman
Hakim memandang adanya fase-fase kehidupan di Banten Girang yang meliputi :
1) Fase I : Fase subordinasi
Pakuan-Pajajaran dimana gua dijadikan pusat upacara keagamaan bercorak
Hiduistik (Hindu – Budha);
2) Fase II : Fase
pendudukan/administrasi politik Islam masa Maulana Hasanuddin;
3) Fase III : Fase surutnya Banten
Girang karena pusat administrasi politik dipindahkan ke Banten lama di pesisir,
tetapi Banten Girang masih tetap digunakan bahkan sampai masa pemerintahan
Sultan Ageng Tirtayasa (1652 – 1671), sultan Banten kelima.
4) Fase IV : Fase akhir, ketika
Banten Lama sudah diancurkan oleh Daendels pada tahun 1815, dimana diduga
frekuensi penggunaan Banten Girang semakin menurun.
5) Fase resen, okupasi lanjut oleh
penduduk Banten Girang masa sekarang yang digunakan untuk lahan pertanian dan
lahan pemukiman.
Melalui perbandingan dengan berbagai bentuk fisik benteng di
berbagai tempat, Halyany Michrob (1991) berpendapat bahwa atas dasar penemuan
keramik masa Dinasti Han (206 SM – 220 M) dan struktur berundah di atas gua dan
lingkungan benteng, amat boleh jadi okupasi Banten Girang sudah berlangsung
lama sekali, bahkan sejak ketika berlangsung masa kehidupan prasejarah dan
proto sejarah
Banten girang sampe sekarang masih banyak di
kunjungi oleh masyarakat banten atau masyarakat luar, tujuannya itu untuk
berziarah kemakam-makam para kiyai, kita pasti tahu apa itu tujuan ziarah,
mengunjungi makam atau berziarah bisa membuat kita lebih bijak dalam menyikaspi
hidup, kita hidup bukan hanya untuk mengejar kenikmatan dunia saja tapi hidup
kita itu harus seimbang (Balance) kita juga harus memikirkan amalan kita untuk
bekal di kehidupan selanjutnya. Tapi tetap masih saja ada orang yang salah
dalam memahami ini karena mereka datang ke tempat ziarah untuk meminta
kesehatan, lancar rezeki, atau ilmu kebal padahal orang yang di mintai
pertolongan punt tidak bisa berbuat apa-apa. Jadilah manusia yang cerdas dan
bijak yang menyikapi hidup bukan hanya dengan menggunakan akal saja tapi hati
juga harus di ikut sertakan agar menjadi manusia yang bukan hanya cerdas secara
kognitif atau akal atau pikiran tapi juga cerdas secara rohani atau spiritual,
aga bisa mendrasakan kehidupan yang sesungguhnya, sukses dunia dan sukses akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar