Selasa, 15 Desember 2015

menerapkan aliran ekstensialisme dalam dunia pendidikan di sekolah dasar, mungkinkah bisa ?


Menerapkan Aliran Eksistensialisme Dalam Dunia Pendidikan di Sekolah Dasar, Mungkinkah bisa ?

Sebelum membahas lebih dalam tentang apa makna aliran filsafat di SD, kita akan membahas apa arti exitensialisme nya dulu Eksistensialisme adalah suatu reaksi terhadap materialism dan idealisme. Pendapat materialism terhadap manusia adalah manusia merupakan benda dunia, manusia adalah materi, manusia adalah sesuatu yang ada tanpa menjadi subyek. Menurut Parkay (1998), aliran eksistensialisme terbagi dua sifat, yaitu teistik (bertuhan) dan arteistik. Menurut eksistensialisme, ada dua jenis filsafat tradisional, yaitu filsafat spekulatif dan filsafat skeptif. Filsafat spekulatif menyatakan bahwa pengalaman tidak banyak berpengaruh pada individu. Filsafat skeptif menyatakan bahwa semuanya pengalaman itu adalah palsu, tidak ada sesuatu yang dapat kita kenal dari realita. Menurut mereka, konsep metafisika adalah sementara.
  Dalam dunia pendidikan Eksistensialisme memberikan kebebasan bagi individu untuk menentukan tujuan pendidikan yang ia tempuh. Berkaitan dengan kurikulum individu manusia memiliki kebebasan bahawa kurikulum harus sesuai dengan kebutuhan Individu dan bukan Individu yang menyesuaikan dengan kurikulum. Dalam kegiatan pembelajaran guru berperan sebagai media dan fasilitator dalam membantu dan membimbing siswa dalam memenejemen kebebasannya agar tidak berbenturan dengan kebebasan orang lain.  Sedangkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar memiliki kebebasan untuk memaknai atau merekonstruksi suatu kebenaran dalam ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses belajar sehingga hasil dari proses belajar tidak bersifat kaku.
  Menurut Buber kebanyakan proses pendidikan merupakan paksaan. Anak dipaksa menyerah kepada kehendak guru, atau pada pengetahuan yang tidak fleksibel, dimana guru menjadi penguasanya, seharusnya guru itu sebagai fasilitator siswa yang memberikan tanggapan terhadap siswa dan jika seorang guru salah dalam memberikan penjelasan dia harus terima jika ada seorang siswa yang memberikan pembenaran.
Selanjutnya buber mengemukakan bahwa, guru hendaknya tidak boleh disamakan dengan seorang instruktur. Jika guru disamakan dengan instruktur maka ia hanya akan merupakan perantara yang sederhana antara materi pelajaran dan siswa. Seandainya ia hanya dianggap sebagai alat untuk mentransfer pengetahuan, dan siswa akan menjadi hasil dari transfer tersebut. Pengetahuan akan menguasai manusia, sehingga manusia akan menjadi alat dan produk dari pengetahuan tersebut. Dan kurikulum pun harus mengikuti peserta didiknya bukannya peserta
Dalam proses belajar mengajar, pengetahuan tidak dilimpahkan melainkan ditawarkan. Untuk menjadikan hubungan antara guru dengan siswa sebagai suatu dialog, maka pengetahuan yang akan diberikan kepada siswa harus menjadi bagian dari pengalaman pribadi guru itu sendiri, sehingga guru akan berjumpa dengan siswa sebagai pertemuan antara pribadi dengan pribadi. Pengetahuan yang ditawarkan guru tidak merupakan suatu yang diberikan kepada siswa yang tidak dikuasainya, melainkan merupakan suatu aspek yang telah menjadi miliknya sendiri.
Setiap paham atau pendapat pasti ada manfaat dan mudhorot, ada baik dan dan kurang baik, ada sisi positif dan negatifnya. Bagaimana jika mencoba menerapkan aliran ini ke lembaga pendidikan dasar, aliran ini lebih menekankan bahwa sebuah tindakan itu relatif tidak ada tindakan buruk dan tindakan baik. Apa mungkin seusia sekolah dasar yang belum begitu memahami tentang baik benar akan di terapkan paham ini, anak usia Sekolah Dasar adalah masa anak-anak menjelang remaja yang mereka pun masih sangat membutuhkan butuh bimbingan dari orangtua dan guru. Sedangkan ekistensialisme memandang bahwa semua hal itu dalam bentuk relatif.
 menurut buber harusnya guru itu bukan hanya perantara untuk mentransfer knowledge, sehingga siswa akan hanya menjadi alat ilmu pengetahuan dan produk dari ilmu pengetahuan tersebut. Seorang guru harus menerima krtikan dari seorang siswa dan guru (pendidik) pun harus menerima jika dia salah dalam memberikan pengajaran. Mungkin aliran ekistensialisme bisa diterapkan di sekolah dasar tetapi harus di saring dulu agar sesuai dengan norma dan aturan agama agar tidak ada hal yang tidak di inginkan ketika sudah menerapkannya. 
  Eksistensialime menekankan pada keberadaan individu manusia yang ditunjukkan melalui kebebsan Individu dalam membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan. Kebebasan ini ada batasnya, adapun batasnya adalah kebebasan Individu lain, sehingga dalam kebebsan ini tidak terjadi benturan kebebasan dengan kebebsan individu satu dengan individu lain.
Dalam dunia pendidikan Eksistensialisme memberikan kebebasan bagi individu untuk menentukan tujuan pendidikan yang ia tempuh. Berkaitan dengan kurikulum individu manusia memiliki kebebsan bahawa kurikulum harus sesuai dengan kebutuhan Individu dan bukan Individu yang menyesuaikan dengan kurikulum. Dalam kegiatan pembelajaran guru berperan sebagai media dan fasilitator dalam membantu dan membimbing siswa dalam memenejemen kebebasannya agar tidak berbenturan dengan kebebasan orang lain.  Sedangkan siswa dalam kegiatan belajar mengajar memiliki kebebasan untuk memaknai atau merekonstruksi suatu kebenaran dalam ilmu pengetahuan yang diperoleh melalui proses belajar shingga hasil dari proses belajar tidak bersifat kaku.
Eksistensi pembelajaran merupakan tonggak utama dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, sebagai calon pendidik sebaik mungkin kita mempelajari dan menguasai isi yang terkandung dalam eksistensi pembelajaran, seperti: Pengetahuan, Nilai, Pendidikan
Maka dari itu kita sebagai pendidik harus cerdas dalam menyelektif apa yang ingin kita terapkan pada anak didik agar mereka bisa menjadi manusia yang cerdas pengetahuan, cerdas agama, dan cerdas social.

Menguak Kembali Cerita dan Situs Kerajaan Banten Girang Kearifan lokal yang ada di provinsi banten itu sangat beragam dan terdapat di beberapa kota/kabupaten yang didalamnya ada , kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon, kota Tanggerang, kabupaten Tanggerang, kota Tanggerang Selatan, kabupaten Tanggerang, kabupaten Pandeglang, dan kabupaten Lebak. Provinsi Banten secara geografisnya terletak anatara 5°7’50’’-7°1’11” Lintang Selatan dan 105°1’11”-106°7’12” Bujur Timur, dan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 9.160,70 Km2. Provinsi Banten terdiri dari 4 Kota, 4 Kabupaten, 154 Kecamatan, 262 kelurahan dan 1.273 desa Banten adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau jawa, banten adalah provinsi dari pemekaran jawa barat. Saya akan sedikit menulis tentang kebudayaan apa saja yang ada di banten, pada kali ini saya mencoba untuk menulis tentang sebuah tempat yang bersejarah yang ada di provinsi banten. Dan nama tempat yang akan saya ambil untuk kali ini adalah BANTEN GIRANG, mungkin nama Banten Girang belum begitu akrab ditelinga masyarakat luar banten tapi Banten girang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat banten, banten girang sendiri terletak di desa sempu, kota serang. Berkaitan dengan berdirinya kerajaan Banten Girang F.D.K. Bocsh mengkaitkannya dengan prasasti kebon kopi II yang ditemukan di Bogor. Bosch menapsirkan angkat tahun prasasti kebon kopi II berdasarkan (andrasangkala) yaitu tahun 932 M. (85.4 saka) berhubungan dengan situs Banten Girang yang terletak di kampung Balaya, desa Sempu Kota Serang. Informasi tentang Banten Girang yang berfungsi sebagai situs pemukiman atau perkotaan dapat dilihat dalam babad Banten. Dalam babad tersebut diceritakan bahwa penaklukkan seluruh wilayah Banten oleh bala tentara Islam diceritakan sebagai perebutan kota Banten Girang. Informasi dalam babad Banten Syalam dengan hasil penelitian bahwa di situs Banten Girang merupakan situs pemukiman dalam skala kota pra industri, untuk keperluan pertahanan tersebut dikelilingi benteng yang terbuat dari tanah baik pada sisi dalam maupun luar tanggul. Penggunaan tanggul tanah sebagai benteng sudah dikenal sejak masa pra sejarah akhir kemudian masa Hindu-Budha dan berlanjut pada kota-kota kuno masa Islam. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kota kerajaan diduga terdapat hubungan dengan Gunung Pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan di Banten Girang dengan Gunung Pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memlarikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Kenyataan ini didukung oleh kebiasaan orang Baduy berziarah ke Banten Girang. Banten girang merupakan awal kerajaan banten yang sebelumnya mendapat kebelakangan nama pada saat itu yaitu kerajaan Sunda Wahanten. Pendiri kerajaan ini ialah Prabu Jaya Bupati yang disebut juga Prabu Saka Domas. Prabu Jaya Bupati berasal dari keturunan kerajaan Mataram pada kerajaan Hindu yang tidak mendapat kesempatan untuk mengabdi dikerajaan Mataram Kuno. Prabu Jaya Bupati mendirikan kerajaan sunda dibanten girang pada tahun 932-1016, dengan luas wilayah kekuasaan meliputi Jawa Barat dengan perbatasaannya cipamali. Pada saat itu disebut kerajaan Tatar Sunda, dengan keadaan yang subur makmur, sehingga dapat menjalin hubungan dengan kerajaan di Jawa. Pada tahun 1016 Prabu Jaya Bupati memindahkan pusat pemerintahannya kedaerah cileceh sukabumi karena khawatir akan adanya penyerbuan yang akan dilancarkan oleh kerajaan Sriwijaya terhadap Tatar Sunda di Banten Girang, mengingat usia Jaya Bupati yang tua pada saat itu, ketika Prabu Jaya Bupati berada di pengungsian berhasil mendirikan kerajaan surawisesa. Pada tahun 1357 kerajaan surawisesa dipegang oleh Prabu Baduga Sir Maharaja, keraton Surawisesa disebut kerajaan pajajaran. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kerajaan diduga terdapat hubungan dengan gunung pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan dibanten girang dengan gunung pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanudin kemudian melanjutkan perjalanan hingga kegunung pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana Kendali, diatas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanudin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanudin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap digunung pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya tanah jawa. Masyarakat yang tidak mau masuk islam melarikan diri kepegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy, kegiatan ini didukung oleh kebiasaan orang baduy berziarah kebanten girang. Pada pertengahan 1990-an ditemukan sebuah arc dwarapala disungai cibanten tidak jauh dengan situs banten girang. Ini menunjukan bahwa Banten Girang masih menyimpan banyak pertanyaan yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Sebagaimana dalam catatan sejarah bahwa sungai cibanten dahulu kala berfungsi sebagai jalur transformasi yang menghubungkan wilayah pesisir dari faletehan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit yang ditemukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah mejadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan banten dari abad VII sampe dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan demikian juga tidak diketahui siapakah penguasa daerah banten pada waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. Berita banten baru muncul kembali pada awal abad XVI dengan ditemukannya prasasti dibogor. Prasasti ini menyatakan bahwa pakuan pajajran didirikan oleh Sri Sang Ratu Dewata, dan banten sampai awal abad XVI termasuk daerah kekuasaannya (Ambary, 1980 : 447), memang kerajaan pajajaran merupakan kerajaan besar yang daerah kekuasaannya meliputi seluruh Banten, Sunda Kelapa (Jakarta), Bogor, sampai Cirebon, ditambah pula daerah Tegal dan Banyumas sampai batas kali pamali dan kali serayu. Dari pernyataan diatas kita tahu bahwa di banten pernah menganut kepercayaan anisme, dinamisme, hal ini di buktikan dengan ditemukannya bukti situs tersebut pernah dihuni masyarakat yang menyembah arwah nenek moyang, dilokasi itu ditemukan pula beberapa batu besar yang memiliki arti penting. Diantaranya yang disebut sebagai batu dekan, batu datar yang disimpan di makam keramat di Masjong dan Agus Jo, Banten Girang. Selain kepercyaan anisme dan dinamisme di banten juga pernah menganut kepercayaan Hindu-Budha Dengan ditemukannya Prasasti Munjul, yang terletak di tengah sungai Cindangiang, Lebak Munjul, Pandeglang, berita tentang Banten dapat lebih diperjelas lagi. Prasasti ini, yang diperkirakan berasal dari abad V, bertuliskan huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta menyatakan bahwa raja yang berkuasa di daerah ini adalah Purnawarman. Ini berarti bahwa daerah kuasa Tarumanegara sampai juga ke Banten, dan diceritakan pula bahwa negara pada masa itu dalam kemakmuran dan kejayaan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit kita temukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah menjadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan Banten dari abad VII sampai dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan. Demikian juga, tidak diketahui siapakah penguasaan daerah Banten waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. kemudian islam datang yang dibawah yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memberikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Sampe sekarang provinsi banten merupakan salah satu provinsi yang dikenal dengan seribu kiyai, dan banyak orang dari luar banten yang belajar agama islam di banten. Lukman Hakim memandang adanya fase-fase kehidupan di Banten Girang yang meliputi : 1) Fase I : Fase subordinasi Pakuan-Pajajaran dimana gua dijadikan pusat upacara keagamaan bercorak Hiduistik (Hindu – Budha); 2) Fase II : Fase pendudukan/administrasi politik Islam masa Maulana Hasanuddin; 3) Fase III : Fase surutnya Banten Girang karena pusat administrasi politik dipindahkan ke Banten lama di pesisir, tetapi Banten Girang masih tetap digunakan bahkan sampai masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1652 – 1671), sultan Banten kelima. 4) Fase IV : Fase akhir, ketika Banten Lama sudah diancurkan oleh Daendels pada tahun 1815, dimana diduga frekuensi penggunaan Banten Girang semakin menurun. 5) Fase resen, okupasi lanjut oleh penduduk Banten Girang masa sekarang yang digunakan untuk lahan pertanian dan lahan pemukiman. Melalui perbandingan dengan berbagai bentuk fisik benteng di berbagai tempat, Halyany Michrob (1991) berpendapat bahwa atas dasar penemuan keramik masa Dinasti Han (206 SM – 220 M) dan struktur berundah di atas gua dan lingkungan benteng, amat boleh jadi okupasi Banten Girang sudah berlangsung lama sekali, bahkan sejak ketika berlangsung masa kehidupan prasejarah dan proto sejarah Banten girang sampe sekarang masih banyak di kunjungi oleh masyarakat banten atau masyarakat luar, tujuannya itu untuk berziarah kemakam-makam para kiyai, kita pasti tahu apa itu tujuan ziarah, mengunjungi makam atau berziarah bisa membuat kita lebih bijak dalam menyikaspi hidup, kita hidup bukan hanya untuk mengejar kenikmatan dunia saja tapi hidup kita itu harus seimbang (Balance) kita juga harus memikirkan amalan kita untuk bekal di kehidupan selanjutnya. Tapi tetap masih saja ada orang yang salah dalam memahami ini karena mereka datang ke tempat ziarah untuk meminta kesehatan, lancar rezeki, atau ilmu kebal padahal orang yang di mintai pertolongan punt tidak bisa berbuat apa-apa. Jadilah manusia yang cerdas dan bijak yang menyikapi hidup bukan hanya dengan menggunakan akal saja tapi hati juga harus di ikut sertakan agar menjadi manusia yang bukan hanya cerdas secara kognitif atau akal atau pikiran tapi juga cerdas secara rohani atau spiritual, aga bisa mendrasakan kehidupan yang sesungguhnya, sukses dunia dan sukses akhirat.Menguak Kembali Cerita dan Situs Kerajaan Banten Girang Kearifan lokal yang ada di provinsi banten itu sangat beragam dan terdapat di beberapa kota/kabupaten yang didalamnya ada , kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon, kota Tanggerang, kabupaten Tanggerang, kota Tanggerang Selatan, kabupaten Tanggerang, kabupaten Pandeglang, dan kabupaten Lebak. Provinsi Banten secara geografisnya terletak anatara 5°7’50’’-7°1’11” Lintang Selatan dan 105°1’11”-106°7’12” Bujur Timur, dan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 9.160,70 Km2. Provinsi Banten terdiri dari 4 Kota, 4 Kabupaten, 154 Kecamatan, 262 kelurahan dan 1.273 desa Banten adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau jawa, banten adalah provinsi dari pemekaran jawa barat. Saya akan sedikit menulis tentang kebudayaan apa saja yang ada di banten, pada kali ini saya mencoba untuk menulis tentang sebuah tempat yang bersejarah yang ada di provinsi banten. Dan nama tempat yang akan saya ambil untuk kali ini adalah BANTEN GIRANG, mungkin nama Banten Girang belum begitu akrab ditelinga masyarakat luar banten tapi Banten girang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat banten, banten girang sendiri terletak di desa sempu, kota serang. Berkaitan dengan berdirinya kerajaan Banten Girang F.D.K. Bocsh mengkaitkannya dengan prasasti kebon kopi II yang ditemukan di Bogor. Bosch menapsirkan angkat tahun prasasti kebon kopi II berdasarkan (andrasangkala) yaitu tahun 932 M. (85.4 saka) berhubungan dengan situs Banten Girang yang terletak di kampung Balaya, desa Sempu Kota Serang. Informasi tentang Banten Girang yang berfungsi sebagai situs pemukiman atau perkotaan dapat dilihat dalam babad Banten. Dalam babad tersebut diceritakan bahwa penaklukkan seluruh wilayah Banten oleh bala tentara Islam diceritakan sebagai perebutan kota Banten Girang. Informasi dalam babad Banten Syalam dengan hasil penelitian bahwa di situs Banten Girang merupakan situs pemukiman dalam skala kota pra industri, untuk keperluan pertahanan tersebut dikelilingi benteng yang terbuat dari tanah baik pada sisi dalam maupun luar tanggul. Penggunaan tanggul tanah sebagai benteng sudah dikenal sejak masa pra sejarah akhir kemudian masa Hindu-Budha dan berlanjut pada kota-kota kuno masa Islam. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kota kerajaan diduga terdapat hubungan dengan Gunung Pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan di Banten Girang dengan Gunung Pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memlarikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Kenyataan ini didukung oleh kebiasaan orang Baduy berziarah ke Banten Girang. Banten girang merupakan awal kerajaan banten yang sebelumnya mendapat kebelakangan nama pada saat itu yaitu kerajaan Sunda Wahanten. Pendiri kerajaan ini ialah Prabu Jaya Bupati yang disebut juga Prabu Saka Domas. Prabu Jaya Bupati berasal dari keturunan kerajaan Mataram pada kerajaan Hindu yang tidak mendapat kesempatan untuk mengabdi dikerajaan Mataram Kuno. Prabu Jaya Bupati mendirikan kerajaan sunda dibanten girang pada tahun 932-1016, dengan luas wilayah kekuasaan meliputi Jawa Barat dengan perbatasaannya cipamali. Pada saat itu disebut kerajaan Tatar Sunda, dengan keadaan yang subur makmur, sehingga dapat menjalin hubungan dengan kerajaan di Jawa. Pada tahun 1016 Prabu Jaya Bupati memindahkan pusat pemerintahannya kedaerah cileceh sukabumi karena khawatir akan adanya penyerbuan yang akan dilancarkan oleh kerajaan Sriwijaya terhadap Tatar Sunda di Banten Girang, mengingat usia Jaya Bupati yang tua pada saat itu, ketika Prabu Jaya Bupati berada di pengungsian berhasil mendirikan kerajaan surawisesa. Pada tahun 1357 kerajaan surawisesa dipegang oleh Prabu Baduga Sir Maharaja, keraton Surawisesa disebut kerajaan pajajaran. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kerajaan diduga terdapat hubungan dengan gunung pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan dibanten girang dengan gunung pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanudin kemudian melanjutkan perjalanan hingga kegunung pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana Kendali, diatas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanudin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanudin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap digunung pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya tanah jawa. Masyarakat yang tidak mau masuk islam melarikan diri kepegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy, kegiatan ini didukung oleh kebiasaan orang baduy berziarah kebanten girang. Pada pertengahan 1990-an ditemukan sebuah arc dwarapala disungai cibanten tidak jauh dengan situs banten girang. Ini menunjukan bahwa Banten Girang masih menyimpan banyak pertanyaan yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Sebagaimana dalam catatan sejarah bahwa sungai cibanten dahulu kala berfungsi sebagai jalur transformasi yang menghubungkan wilayah pesisir dari faletehan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit yang ditemukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah mejadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan banten dari abad VII sampe dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan demikian juga tidak diketahui siapakah penguasa daerah banten pada waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. Berita banten baru muncul kembali pada awal abad XVI dengan ditemukannya prasasti dibogor. Prasasti ini menyatakan bahwa pakuan pajajran didirikan oleh Sri Sang Ratu Dewata, dan banten sampai awal abad XVI termasuk daerah kekuasaannya (Ambary, 1980 : 447), memang kerajaan pajajaran merupakan kerajaan besar yang daerah kekuasaannya meliputi seluruh Banten, Sunda Kelapa (Jakarta), Bogor, sampai Cirebon, ditambah pula daerah Tegal dan Banyumas sampai batas kali pamali dan kali serayu. Dari pernyataan diatas kita tahu bahwa di banten pernah menganut kepercayaan anisme, dinamisme, hal ini di buktikan dengan ditemukannya bukti situs tersebut pernah dihuni masyarakat yang menyembah arwah nenek moyang, dilokasi itu ditemukan pula beberapa batu besar yang memiliki arti penting. Diantaranya yang disebut sebagai batu dekan, batu datar yang disimpan di makam keramat di Masjong dan Agus Jo, Banten Girang. Selain kepercyaan anisme dan dinamisme di banten juga pernah menganut kepercayaan Hindu-Budha Dengan ditemukannya Prasasti Munjul, yang terletak di tengah sungai Cindangiang, Lebak Munjul, Pandeglang, berita tentang Banten dapat lebih diperjelas lagi. Prasasti ini, yang diperkirakan berasal dari abad V, bertuliskan huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta menyatakan bahwa raja yang berkuasa di daerah ini adalah Purnawarman. Ini berarti bahwa daerah kuasa Tarumanegara sampai juga ke Banten, dan diceritakan pula bahwa negara pada masa itu dalam kemakmuran dan kejayaan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit kita temukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah menjadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan Banten dari abad VII sampai dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan. Demikian juga, tidak diketahui siapakah penguasaan daerah Banten waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. kemudian islam datang yang dibawah yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memberikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Sampe sekarang provinsi banten merupakan salah satu provinsi yang dikenal dengan seribu kiyai, dan banyak orang dari luar banten yang belajar agama islam di banten. Lukman Hakim memandang adanya fase-fase kehidupan di Banten Girang yang meliputi : 1) Fase I : Fase subordinasi Pakuan-Pajajaran dimana gua dijadikan pusat upacara keagamaan bercorak Hiduistik (Hindu – Budha); 2) Fase II : Fase pendudukan/administrasi politik Islam masa Maulana Hasanuddin; 3) Fase III : Fase surutnya Banten Girang karena pusat administrasi politik dipindahkan ke Banten lama di pesisir, tetapi Banten Girang masih tetap digunakan bahkan sampai masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1652 – 1671), sultan Banten kelima. 4) Fase IV : Fase akhir, ketika Banten Lama sudah diancurkan oleh Daendels pada tahun 1815, dimana diduga frekuensi penggunaan Banten Girang semakin menurun. 5) Fase resen, okupasi lanjut oleh penduduk Banten Girang masa sekarang yang digunakan untuk lahan pertanian dan lahan pemukiman. Melalui perbandingan dengan berbagai bentuk fisik benteng di berbagai tempat, Halyany Michrob (1991) berpendapat bahwa atas dasar penemuan keramik masa Dinasti Han (206 SM – 220 M) dan struktur berundah di atas gua dan lingkungan benteng, amat boleh jadi okupasi Banten Girang sudah berlangsung lama sekali, bahkan sejak ketika berlangsung masa kehidupan prasejarah dan proto sejarah Banten girang sampe sekarang masih banyak di kunjungi oleh masyarakat banten atau masyarakat luar, tujuannya itu untuk berziarah kemakam-makam para kiyai, kita pasti tahu apa itu tujuan ziarah, mengunjungi makam atau berziarah bisa membuat kita lebih bijak dalam menyikaspi hidup, kita hidup bukan hanya untuk mengejar kenikmatan dunia saja tapi hidup kita itu harus seimbang (Balance) kita juga harus memikirkan amalan kita untuk bekal di kehidupan selanjutnya. Tapi tetap masih saja ada orang yang salah dalam memahami ini karena mereka datang ke tempat ziarah untuk meminta kesehatan, lancar rezeki, atau ilmu kebal padahal orang yang di mintai pertolongan punt tidak bisa berbuat apa-apa. Jadilah manusia yang cerdas dan bijak yang menyikapi hidup bukan hanya dengan menggunakan akal saja tapi hati juga harus di ikut sertakan agar menjadi manusia yang bukan hanya cerdas secara kognitif atau akal atau pikiran tapi juga cerdas secara rohani atau spiritual, aga bisa mendrasakan kehidupan yang sesungguhnya, sukses dunia dan sukses akhirat.Menguak Kembali Cerita dan Situs Kerajaan Banten Girang Kearifan lokal yang ada di provinsi banten itu sangat beragam dan terdapat di beberapa kota/kabupaten yang didalamnya ada , kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon, kota Tanggerang, kabupaten Tanggerang, kota Tanggerang Selatan, kabupaten Tanggerang, kabupaten Pandeglang, dan kabupaten Lebak. Provinsi Banten secara geografisnya terletak anatara 5°7’50’’-7°1’11” Lintang Selatan dan 105°1’11”-106°7’12” Bujur Timur, dan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 9.160,70 Km2. Provinsi Banten terdiri dari 4 Kota, 4 Kabupaten, 154 Kecamatan, 262 kelurahan dan 1.273 desa Banten adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau jawa, banten adalah provinsi dari pemekaran jawa barat. Saya akan sedikit menulis tentang kebudayaan apa saja yang ada di banten, pada kali ini saya mencoba untuk menulis tentang sebuah tempat yang bersejarah yang ada di provinsi banten. Dan nama tempat yang akan saya ambil untuk kali ini adalah BANTEN GIRANG, mungkin nama Banten Girang belum begitu akrab ditelinga masyarakat luar banten tapi Banten girang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat banten, banten girang sendiri terletak di desa sempu, kota serang. Berkaitan dengan berdirinya kerajaan Banten Girang F.D.K. Bocsh mengkaitkannya dengan prasasti kebon kopi II yang ditemukan di Bogor. Bosch menapsirkan angkat tahun prasasti kebon kopi II berdasarkan (andrasangkala) yaitu tahun 932 M. (85.4 saka) berhubungan dengan situs Banten Girang yang terletak di kampung Balaya, desa Sempu Kota Serang. Informasi tentang Banten Girang yang berfungsi sebagai situs pemukiman atau perkotaan dapat dilihat dalam babad Banten. Dalam babad tersebut diceritakan bahwa penaklukkan seluruh wilayah Banten oleh bala tentara Islam diceritakan sebagai perebutan kota Banten Girang. Informasi dalam babad Banten Syalam dengan hasil penelitian bahwa di situs Banten Girang merupakan situs pemukiman dalam skala kota pra industri, untuk keperluan pertahanan tersebut dikelilingi benteng yang terbuat dari tanah baik pada sisi dalam maupun luar tanggul. Penggunaan tanggul tanah sebagai benteng sudah dikenal sejak masa pra sejarah akhir kemudian masa Hindu-Budha dan berlanjut pada kota-kota kuno masa Islam. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kota kerajaan diduga terdapat hubungan dengan Gunung Pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan di Banten Girang dengan Gunung Pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memlarikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Kenyataan ini didukung oleh kebiasaan orang Baduy berziarah ke Banten Girang. Banten girang merupakan awal kerajaan banten yang sebelumnya mendapat kebelakangan nama pada saat itu yaitu kerajaan Sunda Wahanten. Pendiri kerajaan ini ialah Prabu Jaya Bupati yang disebut juga Prabu Saka Domas. Prabu Jaya Bupati berasal dari keturunan kerajaan Mataram pada kerajaan Hindu yang tidak mendapat kesempatan untuk mengabdi dikerajaan Mataram Kuno. Prabu Jaya Bupati mendirikan kerajaan sunda dibanten girang pada tahun 932-1016, dengan luas wilayah kekuasaan meliputi Jawa Barat dengan perbatasaannya cipamali. Pada saat itu disebut kerajaan Tatar Sunda, dengan keadaan yang subur makmur, sehingga dapat menjalin hubungan dengan kerajaan di Jawa. Pada tahun 1016 Prabu Jaya Bupati memindahkan pusat pemerintahannya kedaerah cileceh sukabumi karena khawatir akan adanya penyerbuan yang akan dilancarkan oleh kerajaan Sriwijaya terhadap Tatar Sunda di Banten Girang, mengingat usia Jaya Bupati yang tua pada saat itu, ketika Prabu Jaya Bupati berada di pengungsian berhasil mendirikan kerajaan surawisesa. Pada tahun 1357 kerajaan surawisesa dipegang oleh Prabu Baduga Sir Maharaja, keraton Surawisesa disebut kerajaan pajajaran. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kerajaan diduga terdapat hubungan dengan gunung pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan dibanten girang dengan gunung pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanudin kemudian melanjutkan perjalanan hingga kegunung pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana Kendali, diatas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanudin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanudin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap digunung pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya tanah jawa. Masyarakat yang tidak mau masuk islam melarikan diri kepegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy, kegiatan ini didukung oleh kebiasaan orang baduy berziarah kebanten girang. Pada pertengahan 1990-an ditemukan sebuah arc dwarapala disungai cibanten tidak jauh dengan situs banten girang. Ini menunjukan bahwa Banten Girang masih menyimpan banyak pertanyaan yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Sebagaimana dalam catatan sejarah bahwa sungai cibanten dahulu kala berfungsi sebagai jalur transformasi yang menghubungkan wilayah pesisir dari faletehan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit yang ditemukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah mejadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan banten dari abad VII sampe dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan demikian juga tidak diketahui siapakah penguasa daerah banten pada waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. Berita banten baru muncul kembali pada awal abad XVI dengan ditemukannya prasasti dibogor. Prasasti ini menyatakan bahwa pakuan pajajran didirikan oleh Sri Sang Ratu Dewata, dan banten sampai awal abad XVI termasuk daerah kekuasaannya (Ambary, 1980 : 447), memang kerajaan pajajaran merupakan kerajaan besar yang daerah kekuasaannya meliputi seluruh Banten, Sunda Kelapa (Jakarta), Bogor, sampai Cirebon, ditambah pula daerah Tegal dan Banyumas sampai batas kali pamali dan kali serayu. Dari pernyataan diatas kita tahu bahwa di banten pernah menganut kepercayaan anisme, dinamisme, hal ini di buktikan dengan ditemukannya bukti situs tersebut pernah dihuni masyarakat yang menyembah arwah nenek moyang, dilokasi itu ditemukan pula beberapa batu besar yang memiliki arti penting. Diantaranya yang disebut sebagai batu dekan, batu datar yang disimpan di makam keramat di Masjong dan Agus Jo, Banten Girang. Selain kepercyaan anisme dan dinamisme di banten juga pernah menganut kepercayaan Hindu-Budha Dengan ditemukannya Prasasti Munjul, yang terletak di tengah sungai Cindangiang, Lebak Munjul, Pandeglang, berita tentang Banten dapat lebih diperjelas lagi. Prasasti ini, yang diperkirakan berasal dari abad V, bertuliskan huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta menyatakan bahwa raja yang berkuasa di daerah ini adalah Purnawarman. Ini berarti bahwa daerah kuasa Tarumanegara sampai juga ke Banten, dan diceritakan pula bahwa negara pada masa itu dalam kemakmuran dan kejayaan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit kita temukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah menjadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan Banten dari abad VII sampai dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan. Demikian juga, tidak diketahui siapakah penguasaan daerah Banten waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. kemudian islam datang yang dibawah yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memberikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Sampe sekarang provinsi banten merupakan salah satu provinsi yang dikenal dengan seribu kiyai, dan banyak orang dari luar banten yang belajar agama islam di banten. Lukman Hakim memandang adanya fase-fase kehidupan di Banten Girang yang meliputi : 1) Fase I : Fase subordinasi Pakuan-Pajajaran dimana gua dijadikan pusat upacara keagamaan bercorak Hiduistik (Hindu – Budha); 2) Fase II : Fase pendudukan/administrasi politik Islam masa Maulana Hasanuddin; 3) Fase III : Fase surutnya Banten Girang karena pusat administrasi politik dipindahkan ke Banten lama di pesisir, tetapi Banten Girang masih tetap digunakan bahkan sampai masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1652 – 1671), sultan Banten kelima. 4) Fase IV : Fase akhir, ketika Banten Lama sudah diancurkan oleh Daendels pada tahun 1815, dimana diduga frekuensi penggunaan Banten Girang semakin menurun. 5) Fase resen, okupasi lanjut oleh penduduk Banten Girang masa sekarang yang digunakan untuk lahan pertanian dan lahan pemukiman. Melalui perbandingan dengan berbagai bentuk fisik benteng di berbagai tempat, Halyany Michrob (1991) berpendapat bahwa atas dasar penemuan keramik masa Dinasti Han (206 SM – 220 M) dan struktur berundah di atas gua dan lingkungan benteng, amat boleh jadi okupasi Banten Girang sudah berlangsung lama sekali, bahkan sejak ketika berlangsung masa kehidupan prasejarah dan proto sejarah Banten girang sampe sekarang masih banyak di kunjungi oleh masyarakat banten atau masyarakat luar, tujuannya itu untuk berziarah kemakam-makam para kiyai, kita pasti tahu apa itu tujuan ziarah, mengunjungi makam atau berziarah bisa membuat kita lebih bijak dalam menyikaspi hidup, kita hidup bukan hanya untuk mengejar kenikmatan dunia saja tapi hidup kita itu harus seimbang (Balance) kita juga harus memikirkan amalan kita untuk bekal di kehidupan selanjutnya. Tapi tetap masih saja ada orang yang salah dalam memahami ini karena mereka datang ke tempat ziarah untuk meminta kesehatan, lancar rezeki, atau ilmu kebal padahal orang yang di mintai pertolongan punt tidak bisa berbuat apa-apa. Jadilah manusia yang cerdas dan bijak yang menyikapi hidup bukan hanya dengan menggunakan akal saja tapi hati juga harus di ikut sertakan agar menjadi manusia yang bukan hanya cerdas secara kognitif atau akal atau pikiran tapi juga cerdas secara rohani atau spiritual, aga bisa mendrasakan kehidupan yang sesungguhnya, sukses dunia dan sukses akhirat.Menguak Kembali Cerita dan Situs Kerajaan Banten Girang Kearifan lokal yang ada di provinsi banten itu sangat beragam dan terdapat di beberapa kota/kabupaten yang didalamnya ada , kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon, kota Tanggerang, kabupaten Tanggerang, kota Tanggerang Selatan, kabupaten Tanggerang, kabupaten Pandeglang, dan kabupaten Lebak. Provinsi Banten secara geografisnya terletak anatara 5°7’50’’-7°1’11” Lintang Selatan dan 105°1’11”-106°7’12” Bujur Timur, dan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 9.160,70 Km2. Provinsi Banten terdiri dari 4 Kota, 4 Kabupaten, 154 Kecamatan, 262 kelurahan dan 1.273 desa Banten adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau jawa, banten adalah provinsi dari pemekaran jawa barat. Saya akan sedikit menulis tentang kebudayaan apa saja yang ada di banten, pada kali ini saya mencoba untuk menulis tentang sebuah tempat yang bersejarah yang ada di provinsi banten. Dan nama tempat yang akan saya ambil untuk kali ini adalah BANTEN GIRANG, mungkin nama Banten Girang belum begitu akrab ditelinga masyarakat luar banten tapi Banten girang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat banten, banten girang sendiri terletak di desa sempu, kota serang. Berkaitan dengan berdirinya kerajaan Banten Girang F.D.K. Bocsh mengkaitkannya dengan prasasti kebon kopi II yang ditemukan di Bogor. Bosch menapsirkan angkat tahun prasasti kebon kopi II berdasarkan (andrasangkala) yaitu tahun 932 M. (85.4 saka) berhubungan dengan situs Banten Girang yang terletak di kampung Balaya, desa Sempu Kota Serang. Informasi tentang Banten Girang yang berfungsi sebagai situs pemukiman atau perkotaan dapat dilihat dalam babad Banten. Dalam babad tersebut diceritakan bahwa penaklukkan seluruh wilayah Banten oleh bala tentara Islam diceritakan sebagai perebutan kota Banten Girang. Informasi dalam babad Banten Syalam dengan hasil penelitian bahwa di situs Banten Girang merupakan situs pemukiman dalam skala kota pra industri, untuk keperluan pertahanan tersebut dikelilingi benteng yang terbuat dari tanah baik pada sisi dalam maupun luar tanggul. Penggunaan tanggul tanah sebagai benteng sudah dikenal sejak masa pra sejarah akhir kemudian masa Hindu-Budha dan berlanjut pada kota-kota kuno masa Islam. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kota kerajaan diduga terdapat hubungan dengan Gunung Pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan di Banten Girang dengan Gunung Pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memlarikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Kenyataan ini didukung oleh kebiasaan orang Baduy berziarah ke Banten Girang. Banten girang merupakan awal kerajaan banten yang sebelumnya mendapat kebelakangan nama pada saat itu yaitu kerajaan Sunda Wahanten. Pendiri kerajaan ini ialah Prabu Jaya Bupati yang disebut juga Prabu Saka Domas. Prabu Jaya Bupati berasal dari keturunan kerajaan Mataram pada kerajaan Hindu yang tidak mendapat kesempatan untuk mengabdi dikerajaan Mataram Kuno. Prabu Jaya Bupati mendirikan kerajaan sunda dibanten girang pada tahun 932-1016, dengan luas wilayah kekuasaan meliputi Jawa Barat dengan perbatasaannya cipamali. Pada saat itu disebut kerajaan Tatar Sunda, dengan keadaan yang subur makmur, sehingga dapat menjalin hubungan dengan kerajaan di Jawa. Pada tahun 1016 Prabu Jaya Bupati memindahkan pusat pemerintahannya kedaerah cileceh sukabumi karena khawatir akan adanya penyerbuan yang akan dilancarkan oleh kerajaan Sriwijaya terhadap Tatar Sunda di Banten Girang, mengingat usia Jaya Bupati yang tua pada saat itu, ketika Prabu Jaya Bupati berada di pengungsian berhasil mendirikan kerajaan surawisesa. Pada tahun 1357 kerajaan surawisesa dipegang oleh Prabu Baduga Sir Maharaja, keraton Surawisesa disebut kerajaan pajajaran. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kerajaan diduga terdapat hubungan dengan gunung pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan dibanten girang dengan gunung pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanudin kemudian melanjutkan perjalanan hingga kegunung pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana Kendali, diatas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanudin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanudin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap digunung pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya tanah jawa. Masyarakat yang tidak mau masuk islam melarikan diri kepegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy, kegiatan ini didukung oleh kebiasaan orang baduy berziarah kebanten girang. Pada pertengahan 1990-an ditemukan sebuah arc dwarapala disungai cibanten tidak jauh dengan situs banten girang. Ini menunjukan bahwa Banten Girang masih menyimpan banyak pertanyaan yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Sebagaimana dalam catatan sejarah bahwa sungai cibanten dahulu kala berfungsi sebagai jalur transformasi yang menghubungkan wilayah pesisir dari faletehan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit yang ditemukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah mejadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan banten dari abad VII sampe dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan demikian juga tidak diketahui siapakah penguasa daerah banten pada waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. Berita banten baru muncul kembali pada awal abad XVI dengan ditemukannya prasasti dibogor. Prasasti ini menyatakan bahwa pakuan pajajran didirikan oleh Sri Sang Ratu Dewata, dan banten sampai awal abad XVI termasuk daerah kekuasaannya (Ambary, 1980 : 447), memang kerajaan pajajaran merupakan kerajaan besar yang daerah kekuasaannya meliputi seluruh Banten, Sunda Kelapa (Jakarta), Bogor, sampai Cirebon, ditambah pula daerah Tegal dan Banyumas sampai batas kali pamali dan kali serayu. Dari pernyataan diatas kita tahu bahwa di banten pernah menganut kepercayaan anisme, dinamisme, hal ini di buktikan dengan ditemukannya bukti situs tersebut pernah dihuni masyarakat yang menyembah arwah nenek moyang, dilokasi itu ditemukan pula beberapa batu besar yang memiliki arti penting. Diantaranya yang disebut sebagai batu dekan, batu datar yang disimpan di makam keramat di Masjong dan Agus Jo, Banten Girang. Selain kepercyaan anisme dan dinamisme di banten juga pernah menganut kepercayaan Hindu-Budha Dengan ditemukannya Prasasti Munjul, yang terletak di tengah sungai Cindangiang, Lebak Munjul, Pandeglang, berita tentang Banten dapat lebih diperjelas lagi. Prasasti ini, yang diperkirakan berasal dari abad V, bertuliskan huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta menyatakan bahwa raja yang berkuasa di daerah ini adalah Purnawarman. Ini berarti bahwa daerah kuasa Tarumanegara sampai juga ke Banten, dan diceritakan pula bahwa negara pada masa itu dalam kemakmuran dan kejayaan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit kita temukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah menjadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan Banten dari abad VII sampai dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan. Demikian juga, tidak diketahui siapakah penguasaan daerah Banten waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. kemudian islam datang yang dibawah yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa. Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memberikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Sampe sekarang provinsi banten merupakan salah satu provinsi yang dikenal dengan seribu kiyai, dan banyak orang dari luar banten yang belajar agama islam di banten. Lukman Hakim memandang adanya fase-fase kehidupan di Banten Girang yang meliputi : 1) Fase I : Fase subordinasi Pakuan-Pajajaran dimana gua dijadikan pusat upacara keagamaan bercorak Hiduistik (Hindu – Budha); 2) Fase II : Fase pendudukan/administrasi politik Islam masa Maulana Hasanuddin; 3) Fase III : Fase surutnya Banten Girang karena pusat administrasi politik dipindahkan ke Banten lama di pesisir, tetapi Banten Girang masih tetap digunakan bahkan sampai masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1652 – 1671), sultan Banten kelima. 4) Fase IV : Fase akhir, ketika Banten Lama sudah diancurkan oleh Daendels pada tahun 1815, dimana diduga frekuensi penggunaan Banten Girang semakin menurun. 5) Fase resen, okupasi lanjut oleh penduduk Banten Girang masa sekarang yang digunakan untuk lahan pertanian dan lahan pemukiman. Melalui perbandingan dengan berbagai bentuk fisik benteng di berbagai tempat, Halyany Michrob (1991) berpendapat bahwa atas dasar penemuan keramik masa Dinasti Han (206 SM – 220 M) dan struktur berundah di atas gua dan lingkungan benteng, amat boleh jadi okupasi Banten Girang sudah berlangsung lama sekali, bahkan sejak ketika berlangsung masa kehidupan prasejarah dan proto sejarah Banten girang sampe sekarang masih banyak di kunjungi oleh masyarakat banten atau masyarakat luar, tujuannya itu untuk berziarah kemakam-makam para kiyai, kita pasti tahu apa itu tujuan ziarah, mengunjungi makam atau berziarah bisa membuat kita lebih bijak dalam menyikaspi hidup, kita hidup bukan hanya untuk mengejar kenikmatan dunia saja tapi hidup kita itu harus seimbang (Balance) kita juga harus memikirkan amalan kita untuk bekal di kehidupan selanjutnya. Tapi tetap masih saja ada orang yang salah dalam memahami ini karena mereka datang ke tempat ziarah untuk meminta kesehatan, lancar rezeki, atau ilmu kebal padahal orang yang di mintai pertolongan punt tidak bisa berbuat apa-apa. Jadilah manusia yang cerdas dan bijak yang menyikapi hidup bukan hanya dengan menggunakan akal saja tapi hati juga harus di ikut sertakan agar menjadi manusia yang bukan hanya cerdas secara kognitif atau akal atau pikiran tapi juga cerdas secara rohani atau spiritual, aga bisa mendrasakan kehidupan yang sesungguhnya, sukses dunia dan sukses akhirat.enguak Kisah di Banten Girang


Menguak Kembali  Cerita dan Situs Kerajaan Banten Girang
Kearifan lokal yang ada di provinsi banten itu sangat beragam dan terdapat di beberapa kota/kabupaten yang didalamnya ada , kota Serang, kabupaten Serang, kota Cilegon, kota Tanggerang, kabupaten Tanggerang, kota Tanggerang Selatan, kabupaten Tanggerang, kabupaten Pandeglang, dan kabupaten Lebak. Provinsi Banten secara geografisnya terletak anatara 57’50’’-71’11” Lintang Selatan dan 1051’11”-1067’12” Bujur Timur, dan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2000 luas wilayah Banten adalah 9.160,70 Km2. Provinsi Banten terdiri dari 4 Kota, 4 Kabupaten, 154 Kecamatan, 262 kelurahan dan 1.273 desa

Banten adalah sebuah provinsi yang terletak di pulau jawa, banten adalah provinsi dari pemekaran jawa barat. Saya akan sedikit menulis tentang kebudayaan apa saja yang ada di banten, pada kali ini saya mencoba untuk menulis tentang sebuah tempat yang bersejarah yang ada di provinsi banten. Dan nama tempat yang akan saya ambil untuk kali ini adalah BANTEN GIRANG, mungkin nama Banten Girang belum begitu akrab ditelinga masyarakat luar banten tapi Banten girang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat banten, banten girang sendiri terletak di desa sempu, kota serang.
 Berkaitan dengan berdirinya kerajaan Banten Girang F.D.K. Bocsh mengkaitkannya dengan prasasti kebon kopi II yang ditemukan di Bogor. Bosch menapsirkan angkat tahun prasasti kebon kopi II berdasarkan (andrasangkala) yaitu tahun 932 M. (85.4 saka) berhubungan dengan situs Banten Girang yang terletak di kampung Balaya, desa Sempu Kota Serang.
Informasi tentang Banten Girang yang berfungsi sebagai situs pemukiman atau perkotaan dapat dilihat dalam babad Banten. Dalam babad tersebut diceritakan bahwa penaklukkan seluruh wilayah Banten oleh bala tentara Islam diceritakan sebagai perebutan kota Banten Girang. Informasi dalam babad Banten Syalam dengan hasil penelitian bahwa di situs Banten Girang merupakan situs pemukiman dalam skala kota pra industri, untuk keperluan pertahanan tersebut dikelilingi benteng yang terbuat dari tanah baik pada sisi dalam maupun luar tanggul. Penggunaan tanggul tanah sebagai benteng sudah dikenal sejak masa pra sejarah akhir kemudian masa Hindu-Budha dan berlanjut pada kota-kota kuno masa Islam.
Situs Banten Girang yang menjadi pusat kota kerajaan diduga terdapat hubungan dengan Gunung Pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan di Banten Girang dengan Gunung Pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun.
Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa.
Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memlarikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy. Kenyataan ini didukung oleh kebiasaan orang Baduy berziarah ke Banten Girang. 
   Banten girang merupakan awal kerajaan banten yang sebelumnya mendapat kebelakangan nama pada saat itu yaitu kerajaan Sunda Wahanten. Pendiri kerajaan ini ialah Prabu Jaya Bupati yang disebut juga Prabu Saka Domas. Prabu Jaya Bupati berasal dari keturunan kerajaan Mataram pada kerajaan Hindu yang tidak mendapat kesempatan untuk mengabdi dikerajaan Mataram Kuno. Prabu Jaya Bupati mendirikan kerajaan sunda dibanten girang pada tahun 932-1016, dengan luas wilayah kekuasaan meliputi Jawa Barat dengan perbatasaannya cipamali. Pada saat itu disebut kerajaan Tatar Sunda, dengan keadaan yang subur makmur, sehingga dapat menjalin hubungan dengan kerajaan di Jawa. Pada tahun 1016 Prabu Jaya Bupati memindahkan pusat pemerintahannya kedaerah cileceh sukabumi karena khawatir akan adanya penyerbuan yang akan dilancarkan oleh kerajaan Sriwijaya terhadap Tatar Sunda di Banten Girang, mengingat usia Jaya Bupati yang tua pada saat itu, ketika Prabu Jaya Bupati berada di pengungsian berhasil mendirikan kerajaan surawisesa. Pada tahun 1357 kerajaan surawisesa dipegang oleh Prabu Baduga Sir Maharaja, keraton Surawisesa disebut kerajaan pajajaran. Situs Banten Girang yang menjadi pusat kerajaan diduga terdapat hubungan dengan gunung pulosari sebagai gunung yang sakral, kaitan keagamaan dibanten girang dengan gunung pulosari, yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanudin kemudian melanjutkan perjalanan hingga kegunung pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana Kendali, diatas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang dipimpin oleh Prabu Pucuk Umun. Hasanudin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanudin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap digunung pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya tanah jawa. Masyarakat yang tidak mau masuk islam melarikan diri kepegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy, kegiatan ini didukung oleh kebiasaan orang baduy berziarah kebanten girang. Pada pertengahan 1990-an ditemukan sebuah arc dwarapala disungai cibanten tidak jauh dengan situs banten girang. Ini menunjukan bahwa Banten Girang masih menyimpan banyak pertanyaan yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Sebagaimana dalam catatan sejarah bahwa sungai cibanten dahulu kala berfungsi sebagai jalur transformasi yang menghubungkan wilayah pesisir dari faletehan. Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit yang ditemukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah mejadi pelabuhan kerajaan Pajajaran. Untuk selanjutnya keadaan banten dari abad VII sampe dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan demikian juga tidak diketahui siapakah penguasa daerah banten pada waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. Berita banten baru muncul kembali pada awal abad XVI dengan ditemukannya prasasti dibogor. Prasasti ini menyatakan bahwa pakuan pajajran didirikan oleh Sri Sang Ratu Dewata, dan banten sampai awal abad XVI termasuk daerah kekuasaannya (Ambary, 1980 : 447), memang kerajaan pajajaran merupakan kerajaan besar yang daerah kekuasaannya meliputi seluruh Banten, Sunda Kelapa (Jakarta), Bogor, sampai Cirebon, ditambah pula daerah Tegal dan Banyumas sampai batas kali pamali dan kali serayu.
Dari pernyataan diatas kita tahu bahwa di banten pernah menganut kepercayaan anisme, dinamisme, hal ini di buktikan dengan ditemukannya bukti situs tersebut pernah dihuni masyarakat yang menyembah arwah nenek moyang, dilokasi itu ditemukan pula beberapa batu besar yang memiliki arti penting. Diantaranya yang disebut sebagai batu dekan, batu datar yang disimpan di makam keramat di Masjong dan Agus Jo, Banten Girang. Selain kepercyaan anisme dan dinamisme di banten juga pernah menganut kepercayaan Hindu-Budha Dengan ditemukannya Prasasti Munjul, yang terletak di tengah sungai Cindangiang, Lebak Munjul, Pandeglang, berita tentang Banten dapat lebih diperjelas lagi. Prasasti ini, yang diperkirakan berasal dari abad V, bertuliskan huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta menyatakan bahwa raja yang berkuasa di daerah ini adalah Purnawarman. Ini berarti bahwa daerah kuasa Tarumanegara sampai juga ke Banten, dan diceritakan pula bahwa negara pada masa itu dalam kemakmuran dan kejayaan.
 Berita atau sumber-sumber sejarah mengenai Banten dari masa sebelum abad ke-16 memang sangat sedikit kita temukan. Tapi setidak-tidaknya pada abad XII-VX, Banten sudah menjadi pelabuhan kerajaan Pajajaran.
 Untuk selanjutnya keadaan Banten dari abad VII sampai dengan abad XII tidak ditemukan berita sejarah yang meyakinkan. Demikian juga, tidak diketahui siapakah penguasaan daerah Banten waktu itu, padahal benda-benda peninggalan dari masa itu sudah banyak ditemukan. kemudian islam datang yang dibawah yaitu ketika Sunan Gunung Jati dan Hasanuddin kemudian melanjutkan perjalanan hingga ke Gunung Pulosari yang menjadi tujuan utama mereka. Menurut Sunan Gunung Jati, gunung merupakan wilayah Brahmana kendali, di atas gunung itu hidup 800 ajar-ajar (pendeta) yang di pimpin oleh Prabu Pucuk Umun.
Hasanuddin tinggal bersama mereka selama 10 tahun lebih, ketika Hasanuddin mengislamkan para pendeta. Maka pendeta hidup menetap di Gunung Pulosari, sebab jika tempat itu kosong akan menjadi tanda berakhirnya Tanah Jawa.
Dalam Babad Banten diceritakan pula bahwa setelah kemenangan Hasanuddin yang tidak mau masuk Islam memberikan diri ke pegunungan selatan yang sampai sekarang dihuni oleh keturunan mereka yaitu orang Baduy.
Sampe sekarang provinsi banten merupakan salah satu provinsi yang dikenal dengan seribu kiyai, dan banyak orang dari luar banten yang belajar agama islam di banten.
Lukman Hakim memandang adanya fase-fase kehidupan di Banten Girang yang meliputi :
1) Fase I : Fase subordinasi Pakuan-Pajajaran dimana gua dijadikan pusat upacara keagamaan bercorak Hiduistik (Hindu – Budha);
2) Fase II : Fase pendudukan/administrasi politik Islam masa Maulana Hasanuddin;
3) Fase III : Fase surutnya Banten Girang karena pusat administrasi politik dipindahkan ke Banten lama di pesisir, tetapi Banten Girang masih tetap digunakan bahkan sampai masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1652 – 1671), sultan Banten kelima.
4) Fase IV : Fase akhir, ketika Banten Lama sudah diancurkan oleh Daendels pada tahun 1815, dimana diduga frekuensi penggunaan Banten Girang semakin menurun.
5) Fase resen, okupasi lanjut oleh penduduk Banten Girang masa sekarang yang digunakan untuk lahan pertanian dan lahan pemukiman.
Melalui perbandingan dengan berbagai bentuk fisik benteng di berbagai tempat, Halyany Michrob (1991) berpendapat bahwa atas dasar penemuan keramik masa Dinasti Han (206 SM – 220 M) dan struktur berundah di atas gua dan lingkungan benteng, amat boleh jadi okupasi Banten Girang sudah berlangsung lama sekali, bahkan sejak ketika berlangsung masa kehidupan prasejarah dan proto sejarah
 Banten girang sampe sekarang masih banyak di kunjungi oleh masyarakat banten atau masyarakat luar, tujuannya itu untuk berziarah kemakam-makam para kiyai, kita pasti tahu apa itu tujuan ziarah, mengunjungi makam atau berziarah bisa membuat kita lebih bijak dalam menyikaspi hidup, kita hidup bukan hanya untuk mengejar kenikmatan dunia saja tapi hidup kita itu harus seimbang (Balance) kita juga harus memikirkan amalan kita untuk bekal di kehidupan selanjutnya. Tapi tetap masih saja ada orang yang salah dalam memahami ini karena mereka datang ke tempat ziarah untuk meminta kesehatan, lancar rezeki, atau ilmu kebal padahal orang yang di mintai pertolongan punt tidak bisa berbuat apa-apa. Jadilah manusia yang cerdas dan bijak yang menyikapi hidup bukan hanya dengan menggunakan akal saja tapi hati juga harus di ikut sertakan agar menjadi manusia yang bukan hanya cerdas secara kognitif atau akal atau pikiran tapi juga cerdas secara rohani atau spiritual, aga bisa mendrasakan kehidupan yang sesungguhnya, sukses dunia dan sukses akhirat.

tugas calon guru


Apa tugas anda selaku calon guru SD ?
Jawab : Tugas saya sebagai calon guru SD adalah selain memperluas wawasan saya dengan cara memperbanyak belajar, calon guru SD juga harus bisa menjadi panutan bagi murid nya nanti dari situ saya sebagai calon guru SD harus mempelajari dan menerapkan bukan hanya di bidang akademik saja tetapi juga harus pandai memahami psikologi peserta didiknya. Calon guru harus memiliki profesionalitas dan integritas karakter yang baik. Sebagai pengajar dan pendidik guru harus bisa memberikan contoh yang baik kita ambil contoh kecilnya saja membuang sampah pada tempatnya walau pun itu sebuah kegiatan kecil tapi dari situ siswa atau peserta akan mecontoh kita, menanamkan kejujuran pada diri sendiri dulu, bagaimana saya selaku calon guru SD akan berbicara kepada anak didik saya nanti jika saya sendiri belum tertanam arti sebuah kejujuran tersebut.

Apa kegiatan yang akan dilakukan ?
Jawab : kegiatan yang akan dilakukan
 memperbanyak belajar atau meningkatkan wawasan, karena guru harus memiliki pengetahuan yang luas maka saya harus meningkatkan kemampuan belajar saya cara memperolehnya bukan hanya dilembaga perkuliahan saja tetapi juga bisa diluar sekolah misalnya mengunjungi perpustakaan kota atau perpustakaan daerah dari buku pun kita bisa mendapatkan ilmu dari buku pun hal yang kita tidak tahu menjadi tahu nah maka dari itu kita juga harus rajin membaca buku tapi kita juga harus bisa menyaring buku yang kita baca tersebut jangan langsung memngambil kesimpulam sebuah buku tersebut.
Mempelajari psikologi anak, ilmu psikologi itu sangat penting dalam dunia pendidikan jadi sebagai calon guru harus mempelajari tentang psikologi anak, banyak sekali keuntungan yang akan di dapat dari mempelajari ilmu psikologi misalnya,
a.        membantu kita mengetahui apa yang diharapkan dari anak dan kapan yang diharapkan itu muncul,
b.       membantu kita dalam memberikan respon yang tepat pada perilaku anak,
c.       memungkinkan guru dan orangtua memberikan bimbingan belajar yang sesuai serta membantu mempersiapkan anak menghadapi perubahan yang akan terjadi pada tubuh, perhatian dan perilakunya.
Manfaat dari mempelajari psikologi anak membuat kita tahu karakter anak kapan kita harus bertindak dan memberikan perhatian sesuai kebutuhan peserta didik.
Bentuk kegiatan apa ?
Jawab :
a.       karena siswa memandang guru sebagai sumber belajar jadi seorang guru harus memiliki ilmu yang luas apalagi seorang guru SD yang bukan hanya mempelajari satu bidang mata pelajaran saja tetapi juga semua mata pelajaran, karena guru SD adalah guru kelas maka calon guru SD harus memiliki kreatifitas yang tinggi agar siswa tidak merasakan kejenuhan saat belajar, jadi guru harus menguasai kelas harus bisa membuat iklim dikelas menjadi menyenangkan sehingga membuat peserta didik semangat untuk belajar, menguasai metode balajar jadi guru memberikan pelajaran tidak hanya dengan metode ceramah yang itu-itu saja banyak metode-metode belajar misalnya dengan metode demonstrasi, metode karyawisata, metode simulasi, metode diskusi, dan metode tanya jawab. Dari beberapa metode yang bisa di gunakan tersebut akan membuat siswa lebih memahami pelajaran yang diberikan oleh seorang guru.
b.      Selain ilmu pengetahuan seorang guru juga harus memahami psikologi perkembangan, guru sebagai pendidik harus bisa memahami kebutuhan peserta didiknya, guru diharapkan mampu membantu memcahkan permasalahan siswa nya, dari ilmu psikologi ini guru bisa memberikan perhatian sesuai kebutuhan siswa nya.
c.       Menanamkan karakter yang baik, guru harus memberikan contoh yang baik terhadap muridnya karena setiap kegiatan yang dilakukan oleh guru itu akan selalu diingat oleh peserta didik maka dari itu kita sebagai calon pendidik hendaknya menjaga perilaku kita agar siswa dapat mencontoh kita, kita ambil contoh kebanyakan lak-laki itu perokok jadi saat anda ingin merokok hindari merokok di dedapan murid walaupun anda tidak menyuruh siswa untuk merokok tapi siswa akan muncul keinginan untuk melakukan kegiatan yang yang sama, menanamkan sikap kejujuran kita ambil contoh mencontek, kegiatan contek mencontek ini memang tidak lepas dari kegiatan belajar-mengajar kita sebagai guru sd sebaiknya menghindari kegiatan ini agar tidak membudaya kepada peserta didik kita nantinya.    

panjang mulud di banten bid'ah kah ?


Apakah Hanya Bid’ah Peringatan Panjang Maulid Nabi Muhammad SAW di Serang Banten ?
Sering kali saya mendapat pertanyaan dari teman saya yang bukan orang banten atau hanya pendatang apa sih manfaat memperingati maulid nabi muhammad semeriah itu bahkan banyak sekali orang yang rela mengeluarkan uang banyak hanya untuk perayaan itu, sedangkan Nabi Muhammad SAW sendiri tidak pernah menyuruh umatnya untuk merayakan hari kelahirannya ? apa yang dikatakan teman saya itu benar bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah memerintah umatnya untuk memperingati hari kelahirannya, pada dasarnya peringatan dilakukan untuk mengucapkan rasa syukur dan ucapan terimakasih untuk Nabi Muhammad yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang islamiah. Kita umat islam juga sudah tahu dan tidak asing lagi maulid nabi mungkin disinilah perbedaannya karena setiap wilayah atau daerah pasti memiliki tradisi dan cara tersendiri untuk merayakannya, di serang pun mempunyai cara tersendiri untuk memperingatinya warga serang biasanya membuat Panjang Mulud biasanya panjang mulud ini berbentuk seperti masjid, kapal, bunga atau bentuk lainnya. Panjang ini dihiasi dengan baju, sarung, handuk atau peralatan rumah tangga lainnya dan juga di lengkapi dengan uang kertas. Di kampung tempat saya tinggal biasnya perayaan ini dilakukan dengan setiap rumah membuat Panjang Mulud mereka masing-masing dan Panjang Mulud dikumpulkan di teras masjid dan mengundang tokoh agama untuk berdzikir dan berdo’a, biasanya ada juga warga kampung lain setekah Panjang Mulud itu selesai di do’akan kemudian diiring keliling desa kemudian iringan itu kembali ke masjid, setelah itu tamu undangan warga sekitar kampung di berikan panjang mulud itu untuk kemudian mereka bawa pulang.   
Salah satu guru agama saya juga pernah bercerita tentang kenapa maulid Nabi Muhammad di rayakan semeriah itu dulu ada salah satu raja yang menginginkan perayaan islam yang bukan hanya meriah disaat hari raya Idul Fitri dan Idul Adha saja tetapi juga ingin mengangkat hari besar lainnya maka dari situ raja tersebut melakukan perayaan pada hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Terlepas dari cerita tentang raja itu menurut saya perayaan panjang maulid Nabi Muhammad bukan suatu bid’ah kenapa ? karena menurut saya selama perayaan itu membawa dampak positif bagi masyarakat dan masyarakat banten tidak pernah merasa dirugikan dengan perayaan itu, jadi kenapa orang-orang yang justru tidak melaksanakannya selalu ribut dengan kata bid’ah. Bukankah dari perayaan ini tercipta rasa kebersamaan, rasa syukur kepada Allah SWT dan bisa berbagi kepada sesama muslim.  Kalaupun perayaan ini mempunyai sisi kurang baik seperti mubadzir makanan yang terlalu berlebih, tapi kalau bisa di siasati dengan baik inshallah tidak ada makanan yang terbuang percuma.
Seharusnya kita saling menghargai kebudayaan masing-masing, bukankah diagama kita mengajarkan tentang saling menghormati dan menghargai sesama.
 Semoga dengan perayaan panjang mulud ini bisa menambah rasa syukur kita kepada ALLAH SWT, saling meghormati, menciptakaan rasa kekeluargaan, dan saling tolong menolong